Rabu, 30 Maret 2016

PENERAPAN METODE MENGHAFAL AL-QUR’AN STUDY KOMPARETIF ANTARA TAHFIDZUL QUR’AN PUTRA DAN TAHFIDZUL QUR’AN PUTRI



BAB 1
PENDAHULUAN
  1. A.    Latar Belakang Masalah.
Sebab kami mengangkat judul “PENERAPAN METODE MENGHAFAL AL-QUR’AN STUDY KOMPARETIF ANTARA TAHFIDZUL QUR’AN PUTRA DAN TAHFIDZUL QUR’AN PUTRI DIPONDOK PESANTREN DARUL ILMI KOTA BANJAR BARU” karna ingin memperluas pengetahuan kami tentang para hafidz dan hafidzah, dan ingin membagi pengetahuan kepada umat islam tentang keutama’an Al-Qur’an dan para penghafal Al-Qur’an.
Karena Al-Qur’an merupakan sesuatu yang paling utama dari sesuatu yang lain, bahkan Allah memuliakan orang yang membaca dan yang menghafalnya. Sebagai mana hadist Rasulullah saw dibawah ini :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَال :َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ قَدْ اسْتَوْجَبُوا النَّارَ(رواه ابن ماجه)[1]
Artinya : Dari Ali bin Abi Thalib berkata dia : Rasulullah saw bersabda : Barang siapa membaca Al-Qur’an dan menghafalnya niscaya Allah masukan kesurga dan mendapat syafa’at serta di tempatkan mereka bersama orang-orang pilihan Allah seluruhnya. Sungguh dijauhkan dari api neraka. (HR.Ibnu Majah)
  1. B.     Perumusan Masalah.
  2. Apa saja metode yang digunakan dalam menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putra dan   Tahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi ?
  3. Faktor apa yang mempengaruhi dalam proses menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putra dan Tahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi ?
  4. Hambatan-hambatan apa saja yang terdapat atau ditemui dalam proses menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Darul Ilmi ?
  5. Sejauh mana hasil yang diperoleh dalam penerapan metode menghafal Al-Qur’an diPondok Pesantren Darul Ilmi ?

  1. C.    Tujuan Penulisan.
  1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mengikuti ulangan umum semester genap dikelas XI B Putri mata peljaran Bahasa Indonesia yang di bimbing oleh ibu Norliani S.pdi.
  2. Untuk memperluas pengetahuan tentang Tahfidzul Qur’an.
  3. Untuk mengetahui dan membandingkan metode-metode yang digunakan dalam menghafal ayat-ayat Al-Qur’an di Tahfidzul Qur’an Putra dan diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi.
  4. Dan untuk menemukan yang mana yang lebih efisien, diantara keduanya.

  1. D.    Metode Penelitian.
Untuk mempermudah penulisan karya tulis ini maka kami menggunakan metode-metode dibawah ini:
  1. Observasi, yaitu kami melihat langsung dan menanyakan kepada orang-orang yang dianggap lebih memahami tentang hal yang ada hubungan dengan karya tulis ini.
  2. Liberary research (kepustaka’an), yaitu penelitian atau penulisan denga cara mencari buku-buku yang ada hubungannya denga judul yang kami angkat.
  3. Angket, yaitu daftar pertanya’an yang dijabarkan atau dibagikan kepada responden dengan bentuk “angket terbuka” yang ditujukan kepada para santri Tahfidzul Qur’an putra Darul Ilmi, dikarenakan tidak memungkinkan bagi kami untuk berinteraksi langsung dengan mereka.
  4. Interview, wawancara yang ditujukan kepada pembimbing (ustadz/ustadzah) dan para santriwati Tahfidzul Qur’an putri Darul Ilmi.
  1. E.     Sistematika Penulisan.
Karya Ilmiah Remaja (KIR) ini dibagi menjadi lima bab dan terdiri dari sub bab yaitu :
BAB I             : Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan  masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II           :   Landasan teoritis yang berisi tentang pengertian dan keutama’an Al-Qur’an,  hukum menghafal dan syarat-syarat menghafal Al-Qur’an, kesiapan dasar dalam menghafal Al-Qur’an, metode menghafal Al-Qur’an dan faktor-faktor pendukung  menghafal Al-Qur’an.
BAB III          :   Metodologi penelitian yang berisi tentang subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, dan teknik pengumpulan data.
BAB IV          :   Laporan hasil penelitian yang berisi tentang gambaran penerapan metode menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi, gambaran penerapan metode menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi dan analisis.
BAB V           :   Penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran, daftar pustaka dan lampiran-lampiran.











BAB II
TINJAUAN TEORITIS METODE MENGHAFAL AL- QUR`AN
  1. A.      Pengertian dan Keutama’an Al-Qur’an.
Secara bahasa kata Al-Qur’an tersebut, M.Hasbi menjelaskan bahwa mashdar dari قرأ – يقرأ – قٌرأنا yang artinya baca’an atau yang dibaca,[2] sebagaimana firman Allah:
mtR#uäöè%ôìÎ7¨?$$sùm»tRù&ts%#sŒÎ*sù
Artinya: “apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[3]
Sedangkan secara istilah, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat) diturunkan kepada nabi Muhammad Saw, penutup para nabi dan rasul, dengan perantara’an malaikat Jibril alaihis salam, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah an-Nas.[4] Definisi tersebut telah disepakati oleh para Ulama dan Ahli ushul.[5]

Suatu usaha dalam memurnikan keoutentikan Al-Qur’an adalah usaha yang sangat mulia. Usaha ini sudah ada sejak perjalanan awal agama Islam pada zaman Rasulullah Saw masih hidup diteruskan pada zaman sahabat, tabi’in, tabi’it-tabi’in dan sampai pada sa’at sekarang ini masih berlangsung dengan baik. Keotentikan al-Qur’an ini sangat terjamin, karena Allah SWT sendiri yang akan menjaganya secara langsung, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-Hijr ayat 9:[6]
RÎ) ß`øtwU $uZø9¨“tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793].
Meskipun Allah telah menjamin, tetapi itu hanya bersifat aplikatif, artinya bahwa jaminan pemelihara’an terhadap kemurnian Al-Qur’an itu adalah Allah SWT yang memberikannya, akan tetapi tugas operasional secara riel untuk memeliharanya harus dilakukan oleh umat yang memilikinya. Ayat tersebut sebenarnya merupakan peringatan agar umat Islam senantiasa waspada terhadap usaha­-usaha pemalsuan Al-Qur’an. Karena fakta telah membuktikan bahwasanya usaha-usaha untuk mengotori atau memalsukan Al-Qur’an itu telah muncul semenjak zaman Rasulullah Saw maka berkat adanya orang-orang yang hafal Al-Qur’an dari masa ke masa, dari waktu ke waktu maka usaha semacam itu dapat digagalkan dan dapat diantisipasi.
Seseorang yang paling baik menurut Rasulullah saw adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an, sebagaimana sabdanya:
خيركم من تعلم القرآن وعلمه(رواه البخاري والترمذي و احمد وابو داود وابن ماجه)[7]
Artinya : Sebaik-baik kamu yaitu orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَاقْرَءُوهُ وَارْقُدُوا فَإِنَّ مَث الْقُرْآنِ وَمَنْ تَعَلَّمَهُ فَقَامَ بِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ مَحْشُوٍّ مِسْكًا يَفُوحُ رِيحُهُ كُلَّ مَكَانٍ وَمَثَلُ مَنْ تَعَلَّمَهُ فَرَقَدَ وَهُوَ فِي جَوْفِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ أُوكِيَ عَلَى مِسْكٍ (رواه ابن ماجه وغيره)[8]
Artinya : Dari Abu Hurairah RA. Berkata : Rasulullah SAW berkata : Pelajarilah olehmu akan Al-Qur’an dan bacalah olehmu Al- Qur’an dan tidur dia. Maka seseungguhnya itulah perumpamaan Al-Qur’an dan perumpamaan orang yang mempelajari Al-Qur’an maka bangunlah dia dari tidurnya dengan membaca Al-Qur’an, yaitu seperti perumpamaan kantong yang terisi minyak wangi yang tersebar baunya disetiap tempat dan perumpamaan orang yang belajar Al-Qur’an maka tidur dia dan dia didalam dada seperti perumpamaan kantong-kantong yang ditutupi atas minyak wangi.
Berdasarkan hadist Rasulullah Saw di atas itu menunjuk’kan betapa mulianya bagi mereka yang belajar Al-Qur’an dan membawanya. Sehingga menghafalkan Al-Qur’an itu sendiri mempunyai kedudukan yang paling mulia dan terpuji, sampai pada finalnya sebagaimana yang difirmankan Allah SWT pada QS.Fathir: 32, yaitu mereka itu adalah pilihan Tuhan. Di mana tidak sembarang orang yang sanggup menghafalkan Al-Qur’an dan mewarisinya, kecuali dia adalah memang dipilih Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam QS.Fathir: 32[9]
  • §§NèO $uZøOu‘÷rr& |=»tGÅ3ø9$# tûïÏ%©!$# $uZøŠxÿsÜô¹$# ô`ÏB $tRÏŠ$t7Ïã ( óOßg÷YÏJsù ÒOÏ9$sß ¾ÏmÅ¡øÿuZÏj9 Nåk÷]ÏBur Ó‰ÅÁtFø)•B öNåk÷]ÏBur 7,Î/$y™ ÏNºuŽöy‚ø9$$Î/ ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 4 šÏ9ºsŒ uqèd ã@ôÒxÿø9$# 玍Î7×6ø9$# ÇÌËÈ
Artinya : kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.
[1260] Yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya Amat banyak dan Amat jarang berbuat kesalahan.
Al-Qur’an merupakan sesuatu yang paling utama dari sesuatu yang lain, bahkan Allah SWT memuliakan seseorang yang membaca dan menghafalkan dengan memasuk’kan ke dalam surga dan memberikan syafa’at kepada sepuluh dari keluarganya. Sebagaimana Hadist Rasulullah Saw di bawah ini :
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَال :َقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَحَفِظَهُ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ وَشَفَّعَهُ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ كُلُّهُمْ قَدْ اسْتَوْجَبُوا النَّارَ(رواه ابن ماجه)[10]
Artinya : Dari Ali bin Abi Tholib berkata dia : Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang membaca Al-Qur’an dan menghafalnya niscaya Allah masukkan ke surge dan mendapat syafa’at serta ditempatkan mereka bersama orang-orang pilihan Allah seluruhnya. Sungguh dijauhkan dari api neraka. (HR. Ibnu Majah)
Beberapa nash yang datang dari Allah SWT dengan firman-Nya atau dari Rasulullah Saw dengan hadistnya, itu memberikan suatu pemahaman dan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya umat Islam jika membaca Al-Qur’an akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT.  Jika mereka membaca dan mempelajari Al-Qur’an akan mendapatkan kedudukan yang terbaik atau kemulia’an disisi Allah SWT dan Al-Qur’an akan menghiasi kehidupan dunia atau  kehidupan akhirat yang kekal. Sedangkan pada puncaknya adalah bagi umat islam yang diberi karunia oleh Allah SWT untuk mampu menghafalkan Al-Qur’an, sudah jelas tidak ada keraguan akan janji Allah SWT, dengan menempat­kan mereka bersama-sama dengan para pilihan Allah dan para Nabi di surga, mengampuni dosanya dan bahkan memasuk’kan surga dengan tanpa dihisab.


  1. B.     Hukum Menghafal Al-Qur`an.
Pemahaman akan suatu hukum dalam segala permasalahan haruslah diperjelas dan dipertegas. Sehingga dalam kehidupan jelas norma dan etika yang berjalan dalam suatu tatanan masyarakat sekarang ini. Termasuk dalam permasalahan hukum menghafal Al-Qur’an ini, perlu adanya landasan yang jelas. Sehingga masyarakat akan bisa memahami dan bagaimana harus mengambil sikap.
Kita telah mengetahui bahwasanya Al-Qur’an merupakan suatu kitab suci umat Islam sebagai pedoman hidup dan sumber-sumber hukum. Tidak semua manusia yang mampu menghafalkannya dan tidak semua kitab suci dapat dihafal kecuali Al-Qur’an, dan hamba-hamba yang terpilihlah yang sanggup (mampu) menghafal­kannya.
Abdurrahman As-Suyuti dalam Al-Itqan Fi Ulumil Qur`an dan Imam Badarud’din dalam Al Burhan berpendapat bahwa menghafal Al-Qur`an adalah fardu kifayah bagi umat Islam[11]
Adapun Syarat-syarat Menghafal Al-Qur`an.
Ketentuan dalam pengambilan suatu kebijaksana’an memang seharusnya dilaksanakan dan direalisasikan. Sebagai ketentuan dalam menghafalkan Al-Qur’an, itu sama halnya menjadi persyaratan atau hal yang harus dipersiapkan agar pelaksana’an dalam menghafalkan Al-Qur’an dapat lancar dan berhasil. Menghafalkan Al-Qur’an bukan suatu ketentuan hukum yang harus dilakukan seseorang yang memeluk agama islam. Oleh karena itu, ia mempunyai syarat-syarat yang mengikat sebagai ketentuan hukum. Adapun persyaratan-persyaratan tersebut adalah:
1.    Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran‑pikiran dan teori-teori atau permasalahan‑permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya. Juga harus membersihkan diri dari segala sesuatu perbuatan yang kemungkinan dapat merendahkan nilai studinya, kemudian menekuni secara baik dengan hati terbuka, lapang dada, dan dengan tujuan yang suci. Kondisi seperti ini akan tercipta apabila kita mampu mengendalikan diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tercela seperti ujub, riya, dengki, iri hati, tidak qona’ah, tidak tawakkal dan lain-lain.
2.    Niat yang ikhlas.
Niat merupakan suatu motor penggerak untuk mencapai suatu tujuan. Niat merupakan suatu motivasi, sedangkan motivasi itu sendiri akan mampu memberikan suatu dorongan jikalau motivasi itu sendiri mampu mem­pengaruhinya. Niat atau tekad yang kuat dan murni (sejati) akan mampu memberikan dorongan yang kuat juga. Adanya niat yang ikhlas pada diri seseorang, akan mampu menghadapi, dan mengatasi kendala-kendala (rintangan) yang ada. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah az-Zumar: 11 :
öö@è% þ’ÎoTÎ) ßNöÏBé& ÷br& y‰ç7ôãr& ©!$# $TÁÎ=øƒèC çm©9 tûïÏe$!$# ÇÊÊÈ
Artinya : Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.
Dengan demikian, maka justru niat yang bermuatan dan berorientasi pada ibadah dan ikhlas karena semata-mata mencapai ridha-Nya, akan memacu tumbuhnya kesetia’an dalam menghafalkan Al-Qur’an. Karena dengan demikian bagi orang yang menghafalkan Al-Qur’an tidak lagi menjadi beban yang dipaksakan, akan tetapi justru sebaliknya, akan menjadi kebutuhan dan kesenangan. Kesadaran yang demikian ini yang seharusnya mendominasi kesadaran jiwa setiap mereka yang sedang menghafalkan Al-Qur’an.
3.    Memiliki keteguhan dan kesabaran.
Dalam menjalani kehidupan setiap insan harus mempunyai modal utama yaitu keteguhan dan kesabaran. Karena tidak selamanya kehidupan seseorang dalam menjalani kehidupan ini mengalami kelancaran atau kesuksesan. Hal ini juga mungkin akan dirasakan oleh mereka yang sedang menghafalkan Al-Qur’an.
Proses menghafalkan Al-Qur’an kemungkinan akan mengalami banyak sekali kendala (rintangan) atau hambatan, seperti kejenuhan, gangguan lingkungan karena bising atau gaduh, gangguan batin atau mungkin karena meng­hadapi ayat-ayat yang sulit menghafalkannya, dan lain sebagainya, terutama dalam menjaga kelestarian menghafalkannya. Sebagaimana halnya hadist Rasulullah Saw yang menggambar­kan betapa sulitnya dalam menjaga dan memelihara hafalan Al-Qur’an :
  • ·         عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآن كَمَثَلِ صَاحِبِ الْإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ[12]
Artinya : Dari Ibnu Umar RA. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya perumpamaan orang yang hafal Al-Qur’an seperti orang yang mempunyai unta yang terikat, jikalau dia mengikatnya niscaya unta itu akan diam ditempatnya dan jikalau dia melepaskan unta tersebut niscaya dia akan pergi.
Dengan demikian, pemelihara’an hafalan yang sudah dimiliki seseorang itu sangat berat untuk keabadian dalam dadanya. Dengan mengulang-ulang dan sering membaca kembali hafalannya dengan penuh kesabaran dan keteguhan hati, akan memberikan harapan yang kemungkinan besar dapat menjamin kelestariannya.
Dalam hadist lain Rasulullah Saw menegaskan bahwa sabar merupakan bagian dari iman, sebagaimana halnya kedudukan kepala atas seluruh anggota tubuh.
مَاأُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً هُوَ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْر[13]

Artinya : Tidaklah diberikan kepada seseorang akan suatu pemberian dan pemberian tersebut nlebih baik dan sabar.

Setelah kita ketahui makna dan keutamaan dari sifat sabar, maka penulis membagi sifat sabar dalam dua macam, yaitu sifat sabar yang berhubungan dengan rohani atau kejiwa’an. Sifat sabar yang berhubungan dengan tubuh (jasmani) misalnya rasa sakit yang sangat berarti sehingga dalam menjalankan syariat Islam teramat berat dirasakan. Sifat sabar yang berhubungan dengan rohani (kejiwa’an) misalnya desakan atau dorongan hawa nafsu yang bertambah membara dari waktu ke waktu sehingga harus diperkuat. Imam al-Ghazali berpendapat, bahwa sabar dibagi menjadi dua yaitu berbentuk jasmaniah dan berbentuk rohaniah.[14]
Berdasarkan dua hadits Rasulullah Saw di atas, memang sangat berat tugas yang diemban oleh para penghafal Al-Qur’an (hamil Al-Qur’an). Al-Qur’an digambarkan sebagai se’ekor unta. Jika pemiliknya mengikat maka ia akan tetap bersamanya atau dia akan sanggup mendapatkan lagi. Akan tetapi, apabila seorang  pemilik melepaskannya unta itu, maka unta akan lepas dan pergi meninggalkannya. Jika Al-Qur’an tidak pernah disentuh, dibaca, dan diulangi hafalannya maka bagaikan unta yang dilepas dan pergi dan sulit untuk kembali atau menemukannya.
4.  Istiqamah (kontinuitas).
Maksud dari istiqamah atau kontinuitas adalah suatu kedisiplinan dalam segala hal yang berkaitan dengan proses penghafalan Al-Qur’an. Kedisiplinan atau istiqamah di sini meliputi, kedisiplinan waktu, tempat dan materi-materi yang telah ditentukan yang harus dijadwalkan dengan baik. Jadi seorang penghafal Al-Qur’an harus memperhatikan diri dalam menggunakan waktu, sehingga proses penghafalan akan berjalan dengan konsisten, efisien dan efektif sejalan dengan tujuan yang ditentukan atau ditargetkan dalam setiap waktu. Dengan demikian, seorang penghafal Al-Qur’an harus mempunyai komitmen untuk menghargai waktu. Dalam kondisi bagaimana­pun, di manapun dalam waktu luang di luar jam wajib juga harus berinstitusi untuk segera kembali terhadap Al-Qur’an.
Dalam pengguna’an waktu dan materi yang dihafal harus ada singkroninasi. Misalnya jika penghafal menggunakan waktu pagi (jam 05.00 sampai dengan jam 07.00) untuk meng­hafal materi baru dengan kemampuan menghafal 2(dua) halaman, maka untuk seterusnya waktu itu harus digunakan setiap hari dengan jumlah materi yang sama, tidak boleh kurang dari waktu dan materi yang telah ditentukan. Hal ini pada hari-hari lain terjadi atau timbul suatu masalah, misalnya : pengguna’an waktu sama jumlahnya sedangkan materi yang dihasil­kan tidak sama, maka dalam keada’an seperti ini dapat dicari sebab musababnya. Setelah dapat diketahui sebab musababnya maka penghafal segara berusaha mengatasinya. Misalnya konflik keluarga, maka cara mengatasinya dapat diselesaikan diluar waktu yang telah ditentukan untuk menghafal tadi. Dan seandainya sebabnya adalah karena materi baru yang dihafal itu ayat-ayat yang jarang didengar, atau jarang dibaca, maka cara penyelesaiannya harus lebih banyak diulang dengan melihat Al-Qur’an dan menambah waktu yang telah disediakan.[15]
Dengan disiplin waktu ini para peng­hafal Al-Qur’an dididik menjadi orang yang benar-benar jujur, konsekwen dan bertanggung jawab segala apa yang dijalankan dalam keseharian. Dengan pendidikan seperti itu maka akan dapat menghasilkan suatu kedisiplinan yang kuat dalam diri seseorang. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surah Hud: 112 :
ööNÉ)tGó™$$sù !$yJx. |NöÏBé& `tBur z>$s? y7yètB Ÿwur (#öqtóôÜs? 4 ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊËÈ
 Artinya : Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai suatu tekad keinginan dalam meraih apa yang diharapkan. Dengan keinginan dan tekad yang kuat itu perlu adanya petunjuk atau cara yang baik. Seorang yang mampu menggabungkan antara motif yang ada dalam dirinya dengan metode (cara) yang ada, besar kemungkinan akan berhasil dalam merealisasikan tujuan yang telah ditentukan.
5.    Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela.
Perbuatan maksiat adalah perbuatan yang harus dihindari dan dijauhi oleh seorang muslim, khususnya oleh mereka yang sudah mukallaf. Karena ketakwa’an terhadap Allah SWT salah satu unsurnya adalah meninggalkan terhadap apa yang dilarang. Hal ini juga termasuk menjauhi sifat-sifat yang tercela atau sifat madzmumah. Di antara sifat madzmumah tersebut adalah ujub, riya, hasad dan sebagainya. Sifat madzmumah ini sangat besar pengaruhnya terhadap orang-orang yang menghafalkan Al-Qur`an. Kedua perbuatan maksiat dan sifat madzmumah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan kestabilan jiwa (rohani) seseorang. Termasuk di dalamnya seorang yang sedang menjalani proses menghafal Al-Qur`an. Jika ketenangan jiwa seseorang terganggu maka konsekwensi (istiqamah) pada diri seseorang akan terpengaruh. Konsentrasi yang selamanya telah dibina dan dilatih sedemikian baiknya akan berubah bahkan akan menghilangkan konsentrasi penghafal Al-Qur`an. Misalnya sesaorang yang menghafalkan   Al-Qur`an karena riya, maka jika tidak ada seorang di dekatnya, maka dia tidak akan melanjutkan untuk menghafalkan atau membaca. Bahkan Allah SWT mengancam dan melarang seseorang berakhlaq tercela ter­sebut. Sebagaimana digambarkan firman Allah SWT surah Hud:15-16 :[16]
`tB tb%x. ߉ƒÌãƒ no4quŠysø9$# $u‹÷R‘‰9$# $uhtFt^ƒÎ—ur Åe$uqçR öNÍköŽs9Î) öNßgn=»yJôãr& $pkŽÏù óOèdur $pkŽÏù Ÿw tbqÝ¡y‚ö7ムÇÊÎÈ  y7Í´¯»s9’ré& tûïÏ%©!$# }§øŠs9 öNçlm; ’Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) â‘Y9$# ( xÝÎ7ymur $tB (#qãèuZ|¹ $pkŽÏù ×@ÏÜ»t/ur $¨B (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÏÈ
Artinya : Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan[714].
Dalam firman Allah SWT di atas menerangkan betapa beratnya resiko seseorang yang beramal atau berkata hanya menginginkan kehidupan dunia semata dan melupakan kehidupan yang sebenarnya di akhirat, termasuk mereka yang berbuat karena riya. Mereka harus menerima balasan dengan api neraka. Maka dari sini dapat dilihat dan harus diusahakan oleh mereka yang menjalani proses menghafalkan Al-Qur`an harus pandai-pandai menata niat dengan baik dan benar sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw dalam kitab Talim Muta’liim, oleh Syeikh az-Zarnubi dikatakan:
واما يورث النسيان فالمعاصى وكثرة الذنوب والهم والحزن فى امور الدنيا وكثرة الإشتغال والعلائق[17]
Artinya : Adapun yang menyebabkan mewarisi lupa yaitu berbuat maksiat dan banyaknya dosa dan bersedih hati dalam memikirkan masalah-masalah dunia dan banyaknya kesibukan dan banyaknya berhubungan.
Maksud dari pendapat Syeikh Az-Zarnuji adalah sesuatu yang menyebabkan lupa adalah perbuatan-perbuatan maksiat, banyaknya dosa, bersedih hati dalam memikirkan permasalahan-permasalahan duniawi dan banyaknya kesibukan (yang kurang berguna) dan banyak hubungan (yang tidak mendukung). Dengan kebersihan seseorang penghafal Al-Qur`an dari sifat madzmumah, maka akan selaraslah antara mereka yang mampu membersihkan diri dari maksiat dan sifat madzmumah dengan sifat kesucian Al-Qur`an Al-Karim.
6.    Izin orang tua, wali atau suami.
Izin orang tua, wali, suami atau istri merupakan faktor yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menghafalkan Al-Qur`an. Walaupun hal ini tidak merupakan suatu keharusan yang mutlak, namun harus ada kejelasan, karena hal yang demikian akan adanya suatu pengertian antara kedua belah pihak yaitu, antara orang tua dengan anak, suami dengan istri atau antara wali dengan orang yang berada di bawah perwaliannya. Ini berarti seorang penghafal Al-Qur`an akan mendapatkan kebebasan dan kepercaya’an yang penuh untuk mencurahkan sebagian waktunya untuk menghafalkan Al-Qur`an.  Ahsin W. al-Hafidz mensyaratkan bagi seseorang yang menghafal Al-Qur`an untuk meminta izin kepada orang tua, wali atau suami, hal ini memberikan pengertian bahwa :
  1. Orang tua, wali atau suami telah merelakan waktu kepada anak, istri atau orang yang di bawah perwaliannya untuk menghafal Al-Qur`an.
  1. Merupakan dorongan moral yang amat besar bagi tercapainya tujuan menghafal Al- Quran, karena suami akan membawa pengaruh batin yang kuat sehingga penghafal menjadi bimbang dan kacau pikirannya.
  2. Penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu sehingga ia merasa babas dari tekanan yang menyesakkan dadanya, dan dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali atau suami maka proses menghafal menjadi lancar.[18]
Ketidakrela’an orang tua/wali ini akan membawa pengaruh batin kepada calon penghafal, sehingga menjadi bimbang dan kacau pikirannya yang akhirnya mengakibatkan sulit untuk menghafal.[19]
7.    Mampu membaca dengan baik.
Dalam mempelajari Al-Qur`an, seorang yang belajar atau yang mengajarkan harus ber­sungguh-sungguh memegang kebenaran yang telah ditentukan aturannya oleh para ulama sebagai waritsatul anbiya. Kebenaran dalam ketentuan makhrajnya, tajwidnya ataupun dalam bersikap (beradab) dalam mempelajarinya. Dalam meng­hafal Al-Qur`an seseorang harus mampu membaca Al-Qur`an dengan benar dan baik. Karena Al-Qur`an merupakan kalam Allah yang sangat mulia, tiada yang dapat menandinginya. Setiap huruf, setiap kata yang tertulis memberikan suatu makna tersendiri. Jadi dalam membaca Al-Qur`an harus dengan benar, tidak boleh ada yang kurang walaupun satu huruf. Apalagi dalam menghafalkan Al-Qur`an sangat di­perintahkan kehati-hatian atau tidak ceroboh. Karena sekali dia menghafal itu berarti menanamkan Al-Qur`an dalam benaknya dan ingatannya. Sekali benar akan tetap benar, sekali salah sulit untuk dibenarkannya. Maka sangat dianjurkan, sebelum seseorang melangkah menghafal Al-Qur`an untuk memper­lancar dan meluruskan baca’annya, maka seorang yang menghafalkan Al-Qur`an itu hendaknya terlatih lisannya sering membacanya sampai lisannya ringan untuk mengucapkan fonetik Arab.
Firman Allah SWT surah al-Muzammil: 4 :
÷rr& ÷ŠÎ— Ïmø‹n=tã È@Ïo?u‘ur tb#uäöà)ø9$# ¸x‹Ï?ös? ÇÍÈ
Artinya ;  atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
Para ulama ada perbeda’an dalam mengungkapkan hikmah yang terkandung dengan baca’an secara tartil tersebut. Di antara mereka ada yang menitikberatkan dalam mentadab’buri ayat yang dibacanya. Dan ada yang berpendapat agar lebih menjaga kehormatan dan kebenaran setiap lafadz yang diucapkan atau setiap kalimat yang dibaca, meskipun mereka tidak memahaminya. Akan tetapi nanti pada akhirnya mereka akan merasakan pengaruhnya di dalam hati mereka. Dalam kitab Fadhail Al-Qur`an, Imamud’din Abi Fida Ismail  Ibnu Katsir mengemukakan ashbabunnuzuul dari perintah membaca Al-Qur`an dengan tartil.
Masalah yang penulis kemukakan di atas mempunyai nilai-nilai fungsional penting dan mendorong tercapainya tujuan menghafal Al-Qur`an dengan mudah dan lancar. Pendapat dan pandangan di atas dapat disimpulkan bahwasanya membaca Al-Qur`an dengan baik dan benar di sini adalah sebagai berikut:
  1. Meluruskan baca’annya sesuai dengan kaidah­-kaidah ilmu tajwid.
  2. Memperlancar baca’annya.
  3. Membiasakan lisan dengan fonetik Arab.
  4. Memahami bahasa arab dan tata bahasa arab.
Dalam proses melangkah menghafal Al-Qur`an, pertama santri terlebih dahulu mengaji dan menghatamkan Al-Qur`an kepada guru (kyai) dengan membaca (bin nadzar) secara tartil dan selanjutnya baru melangkah menghafalkan Al-Qur`an (bil ghaiib).
8.    Sanggup mengulang-ulang materi yang sudah dihafal.
Menghafal Al-Qur`an merupakan suatu proses yang tidak dapat dikatakan mudah untuk dilalui. Dalam sabda Rasulullah Saw sendiri digambarkan bagaikan unta yang diikat, kalau sering diulangi maka tidak mudah hilang. Keistimewa’an daripada kitab-kitab lainnya, tidak menjemukan jika sering dibaca dan enak didengar, menghafal materi baru lebih mudah dan senang jika dibandingkan dengan materi yang sudah hafal. Al-Qur`an itu mudah dihafal dan juga lebih mudah hilangnya. Hampir semua penghafal Al-Qur`an mempunyai problem demikian, maka dalam menjaga hafalan Al-Qur`an harus lebih dan sangat ketat, sebab kalau tidak dipelihara dengan ketat sia-sialah hafalan yang diusahakan selama itu.
H.A. Muhaimin Zen menggambarkan, pemeliharaan hafalan Al-Qur`an  itu ibarat seorang berburu binatang di hutan rimba yang banyak buruannya. Pemburu lebih senang menembak binatang yang ada di depannya daripada menjaga binatang hasil buruannya. Hasil buruan yang sudah ditaruh di belakangnya akan lepas apabila tidak diikat kuat-kuat. Begitulah halnya orang yang menghafal Al-Qur`an, mereka lebih senang menghafal materi baru daripada mengulang-ulang materi yang sudah dihafal. Sedangkan kunci keberhasilan menghafal Al-Qur`an adalah mengulang-ulang hafalan yang telah dihafalkannya yang disebut “Takrir“.[20]
C.   Kesiapan dasar dalam menghafalkan Al-Qur`an
Dalam menapak memasuki sejarah perjalanan kehidupan seseorang diperlukan kesiapan diri. Kesiapan diri dalam bentuk lahiriah ataupun kesiapan diri dalam bentuk batiniah. Di dalam setiap diri penghafal atau calon penghafal Al-Qur`an hendaknya mempunyai satu kesiapan diri dalam menghadapi kemungkinan negatif yang akan muncul. Karena siap dalam menerima kemungkinan negatif itu lebih baik dari pada kesiapan menerima kemungkinan keberhasilan. Jadi dalam menjalani kehidupan yang dilalui seseorang akan cenderung sabar, tabah dan tawakal. Para penghafal Al-Qur`an harus mengerti kebanyakan problematika mereka yang lain dalam menghafal.
Problematika yang dihadapi oleh para penghafal Al-Qur`an itu secara garis besarnya dapat dirangkum sebagai berikut :
  1. Menghafal itu susah.
  2. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi.
  3. Banyak ayat-ayat yang serupa.
  4. Gangguan-gangguan jiwa.
  5. Gangguan-gangguan lingkungan.
  6. Banyaknya kesibukan dan lain-lain.[21]
Persiapan yang dilakukan sebelum seseorang masuk sebagai penghafal   Al-Qur`an, ada dua macam yaitu persiapan operasional dan persiapan intuitif (pencerahan hati). Para pakar pendidikan juga mengakui kedua kesiapan diri individu dalam pendidikan.
1) Persiapan operasional.
Dalam pandangan ilmu pendidikan per­siapan operasional juga sangat berpengaruh pada keberhasilan dalam pendidikan. Ahsin W. al-Hafidz membagi persiapan ini dalam tiga sifat yaitu:
  1. Minat (desire).
  2. Menela’ah (expectiation).
  3. Perhatian (interst).[22]
Pembagian ke dalam tiga unsur sifat di atas senada juga dikemukakan oleh Abdul Rabb Nawabuddin.[23]
Kedua tokoh tersebut menjelaskan akan ada suatu keberhasilan dalam mencapai target yang telah ditentukan sesuai program yang ditetap­kan. Jiwa mempunyai peranan yang sangat penting dan efektif dalam dunia pendidikan. Ketiga unsur ini hendaknya selalu ada dalam diri seorang penghafal Al-Qur`an.
Ahsin W. al-Hafidz memberikan cara atau metode dalam menumbuhkan minat. Untuk menumbuhkan minat menghafal Al-Qur`an dapat diupayakan dengan beberapa pen­dekatan sebagai berikut:
  1. Menanamkan sedalam-dalamnya tentang nilai keagungan Al-Qur`an dalam jiwa anak didik yang menjadi asuhannya.
  2. Memahami keutamaan-keutamaan membaca, mempelajari dan atau menghafal Al-Qur`an. Hal ini dilakukan dengan berbagai kajian yang berkaitan dengan ke-Al-Qur`an-an.
  3. Menciptakan kondisi lingkungan yang benar-­benar mencerminkan ke-Al-Qur`an-an.
  4. Mengembangkan objek”perlu”nya menghafal Al-Qur`an, atau mempromosikan idealisme suatu lembaga pendidikan yang bercirikan Al-Qur`an, sehingga animo untuk menghafal Al-Qur`an akan selalu muncul dengan perspektif baru.
  5. Mengadakan atraksi-atraksi, atau haflah mudarasatil Quran, atau semaan umum bil ghaib (hafalan), atau dengan mengadakan musabaqah-musabaqah hafalan Al-Qur`an.
  6. Mengadakan studi banding dengan mengundang atau mengunjungi lembaga-lembaga pendidik­an, atau pondok pesantnren yang bercirikan Al-Qur`an yang memungkinkan dapat memberi­kan masukan-masukan baru untuk menyegarkan kembali niat menghafal Al-Qur`an, sehingga program yang sedang dilakukan tidak berhenti di tengah jalan.
  7. Mengembangkan metode-metode menghafal yang bervariasi untuk menghilangkan kejenuhan dari suatu metode atau sistem yang terkesan monoton.[24]
Dengan adanya tujuh cara membangkitkan dan mengembangkan minat yang ada, maka minat yang dimiliki seseorang akan mempunyai kestabilan emosi minat yang tetap tidak goyah sama sekali dengan gangguan yang terus menghadang, bahkan minat akan bertambah besar.
2) Pendekatan Intuitif (penjernihan batin).
Al-Qur`an merupakan kalamullah yang mulia kedudukannya dan disucikan, bahkan menyentuhnya harus mensucikan diri dari hadats. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al- Waqi’ah: 77 – 79 :[25]
¼çm¯RÎ) ×b#uäöà)s9 ×Lq̍x. ÇÐÐÈ   ’Îû 5=»tGÏ. 5bqãZõ3¨B ÇÐÑÈ   žw ÿ¼çm¡yJtƒ žwÎ) tbr㍣gsÜßJø9$# ÇÐÒÈ
Artinya :  Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
Di dalam membaca dan menyentuhnya saja harus suci dari hadats, apalagi dalam meng­hafalkannya yang merupakan pekereja’an yang sangat mulia dan terpuji. Seorang penghafal Al-Qur`an harus suci atau berusaha menjaga kebersihan hati atau pencerahan dan penjernihan hati(batin). Hati bagaikan kaca, jikalau kaca itu bersih dan jernih maka akan tampak sempurna gambar di hadapannya dan akan mampu memantulkan cahaya yang sempurna. Demikian halnya dengan orang yang hendak menghafalkan Al-Qur`an sudah semestinya ber­usaha membersihkan hati, menjernihkan hati atau mencerahkan hati pada dirinya. Agar apa yang diusahakan yaitu menghafal dapat ber­jalan dengan cepat dan lancar. Proses tersebut akan tercapai dengan beberapa alternatif pendekatan yaitu, qiyamul lail(shalat malam), puasa dan memperbanyak dzikir.[26]
D.     Metode menghafalkan Al-Qur`an
Dalam menghafalkan Al-Qur`an sebanyak  30 juz bukan merupakan suatu pekerja’an yang mudah. Semua pekerja’an atau program akan berjalan lancar dan berhasil dalam mencapai target yang telah ditetapkan, jika menggunakan suatu cara atau metode yang tepat. Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan juga ter­gantung kepada pemilihan dan penerapan suatu metode, sistem atau cara yang tepat. Dan semua akan berjalan secara efektif dan efisien. H. A.Muhaimin Zen membagi metode menghafal Al‑Quran menjadi dua macam, dengan pernyata’annya:
“Adapun metode menghafal Al-Qur`an ada dua macam yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan, yaitu metode tahfidz dan takrir.
Tahfidz: yaitu menghafal materi baru yang belum pernah dihafal.
Takrir:Yaitu mengulang hafalan yang sudah diperdengarkan kepada instruktur.”[27]
Sedangkan menurut Abdul-Rabb Nawabuddin dalam kitabnya yang berjudul Kayfa Tuhfadzul Quran al-Karim, yang sudah diterjemahkan oleh  H. Ahmad E. Koswara dengan judul Metode Efektif Menghafa1 a1-Qur’an, beliau membagi metode menghafal Al-Qur`an menjadi dua bentuk, yaitu dengan pernyata’annya:
“Adapun menghafal di luar kepala bisa tercapai dengan metode global dan rinci.” [28]Ahsin W. al-Hafidz membagi metode menghafalkan Al-Qur`an menjadi 5 metode yaitu:
1) Metode (Thariqah) wandah.
2) Metode (Thariqah) kitabah.
3) Metode (Thariqah) sim’ai.
4) Metode (Thariqah) Gabungan.
5)  Metode (Thariqah) Jama.
Setelah kita ketahui macam-macam metode menghafalkan Al-Qur`an dari tiga versi pandangan tokoh di atas, maka selanjutnya penulis jabarkan dan jelaskan secara mendetail satu persatu. Setelah dijelaskan secara lugas, maka penulis akan mempelajari kemungkinan semua metode di atas digabung menjadi kesatuan metode atau ketidak mungkinan penggabungan dari semua metode tersebut.
1.    Metode tahfidz.
Metode tahfidz di atas disebutkan bahwa tahfidz yaitu menghafal materi baru yang belum pernah dihafal. Adapun dari metode tahfidz ini dapat dijelaskan secara mendetail, sebagaimana langkah-langkah yang diambil oleh H. A. Muhaimin Zen, yaitu: Pertama kali terlebih dahulu calon penghafal membaca bin nadzar (dengan melihat mushaf) materi-materi yang akan diperdengarkan ke hadapan instruktur minimal 3(tiga) kali.
  1. Setelah dibaca binnadzar (dengan melihat mushaf) dan terasa ada bayangan, lalu dibaca dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal 3(tiga) kali dalam satu kalimat dan maksimalnya tidak terbatas. Apabila sudah dibaca dan dihafal 3(tiga) kali masih belum ada bayangan atau masih belum hafal, maka perlu ditingkatkan sampai menjadi hafal betul dan tidak boleh materi baru.
  2.  Setelah satu kalimat tersebut ada dampak­nya dan menjadi hafal dan lancar, lalu ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya sehingga sempurna menjadi satu ayat. Materi-materi baru ini selalu dihafal sebagaimana halnya menghafal pada materi pertama. Kemudian dirangkaikan dengan mengulang-ulang materi atau kalimat yang telah lewat, minimal 3(tiga) kali dalam satu ayat ini dan maksimal tidak terbatas sampai betul-betul hafal. Tetapi apabila materi hafalan satu ayat ini belum lancar betul, maka tidak boleh dipindah kemateri ayat berikutnya.
  3. Setelah materi satu ayat ini dikuasai hafalannya dengan hafalan yang betul-betul lancar, maka diteruskan dengan menambah materi ayat baru dengan membaca binnadzar terlebih dahulu dan mengulang-ulang seperti pada materi pertama. Setelah ada bayangan lalu dilanjutkan dengan membaca tanpa melihat sampai hafal betul sehagai­mana halnya menghafal ayat pertama.
  4. Setelah mendapat hafalan dua ayat dengan baik dan lancar tidak terdapat kesalahan lagi, maka hafalan tersebut diulang-ulang mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan ayat kedua minimal 3(tiga) kali dan maksimal tidak terbatas. Begitu pula menginjak ayat-ayat berikutnya sampai kebatas waktu yang disediakan habis dan pada materi yang telah ditargetkan.
  5. Setelah materi yang ditentukan menjadi hafal dengan baik dan lancar, lalu hafalan ini diperdengarkan kehadapan instruktur untuk ditashih hafalannya serta mendapat­kan petunjuk-petunjuk dan bimbingan seperlunya.
  6. Waktu menghadap instruktur pada hari kedua, penghafal memperdengarkan materi baru yang sudah ditentukan dan mengulang materi hari pertama. Begitu pula pada hari ketiga. Materi hari pertama, hari kedua dan hari ketiga harus selalu diperdengarkan untuk lebih memantapkan hafalannya. Lebih banyak mengulang-ulang materi hari pertama dan kedua akan lebih menjadi baik dan mantap hafalannya.[29]
2.    Metode takrir.
Sebagaimana pengertian yang telah di­kemukakan H. A. Muhaimin Zen, bahwasa­nya metode ini merupakan suatu metode untuk mengulang-ulang hafalan yang sudah diper­dengarkan kepada instruktur. Jadi metode takrir ini sangat penting sekali diterapkan, karena menjaga hafalan merupakan suatu kegiatan yang sulit dan kadangkala terjadi kebosanan. Sangat dimungkinkan sekali suatu hafalan yang sudah baik dan lancar menjadi tidak lancar atau bahkan menjadi hilang sama sekali. Sewaktu takrir, materi yang diperdengarkan kehadapan instruktur harus selalu seimbang dengan tahfidz yang sudah dikuasainya. Jadi tidak boleh terjadi bahwa takrir jauh ketinggalan dari tahfidznya. Dalam hal ini per­imbangan antara tahfidz dan takrir adalah satu banding sepuluh. Artinya apabila penghafal mempunyai kesanggupan hafalan baru atau tahfidz dalam satu hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh halaman (satu juz). Tepatnya materi tahfidz satu juz yang terdiri dari dua puluh halaman, harus mendapat imbangan takrir sepuluh kali, demikian seterusnya. Dan apabila materi satu juz itu belum mendapat imbangan, umpama tahfidznya sudah mendapat dua puluh halaman (satu juz) sedangkan takrirnya baru enam atau tujuh kali, maka kesempatan untuk tahfidz perlu dihentikan dan kesempatan selanjutnya disediakan untuk mengejar takrirnya sampai mencukupi jumlah perimbangan yaitu sepuluh kali.[30]
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh H. A. Huhaimin Zen dapat disimpulkan bahwa harus adanya keseimbangan antara takrir (mengulang hafalan) dengan tahfidz (menghafal materi baru) dari ayat-ayat Al-Qur`an.
Takrir sebagian dari proses menghafal­kan Al-Qur`an yang juga sebagai kunci keber­hasilan dari semua yang diusahakan dalam menghafalkan dan menjaga hafalan Al-Qur`an pada diri seseorang. Usaha pengulangan ini harus diadakan secara ketat, karena kalau hafalan yang sudah ada tidak akan bertahan lama dan akan sia-sia jikalau pemelihara’an tidak dilaksanakan. Sedangkan kunci keberhasilan menghafal Al-Qur`an adalah mengulang-ulang hafalan yang telah dihafalnya yang disebut “takrir”.[31]
Selain dua bentuk metode menghafalkan Al-Qur`an di atas yang dikemukakan oleh  H. A. Muhaimin Zen, maka penulis juga akan mengemukakan pendapat dari Abdul Rabb Nawabuddin dalam bukunya yang berjudul Kayfa Tuhfadzul Quranul Karim. Di mana buku ter­sebut telah diterjemahkan oleh H. Ahmad E. Koswara dengan judul Metode Efektif Menghafal Al-Qur`an ada dua yaitu: metode global (sas) dan metode terperinci. Abdul Rabb Nawabuddin menjelaskannya sebagai berikut :
  1. Metode global (sas) yaitu murid mengulang-ulang pelajaran atau surat yang panjang sekaligus tanpa diperinci, misalnya dalam menghafal surat an-Nur yang isinya tiga hizb, sebanyak delapan lembar dibaca sekaligus sambil diulang-ulang.
Jadi metode global atau sas ini merupakan metode yang sangat sulit untuk menghafal. Karena seseorang harus meng­hafal satu kesatuan yang banyak sekaligus,  tidak sedikit demi sedikit. Seseorang kalau mampu menghafal dengan kemampuan yang tinggi maka dia akan cepat menye­lesaikan hafalannya. Akan tetapi metode ini juga banyak efek negatifnya yaitu dengan kebosanan atau meletihkan otak, karena harus menghafal dalam lingkup yang banyak dan waktu yang tidak dibatasi, mengakibatkan cepat lupa, sulit diterapkan di sekolah umum atau sesuai dengan materi yang harus dicerna dalam waktu yang sudah ditentukan, sulit diterapkan pada surat-­surat yang panjang. Abdul Rabb Nawabuddin menjelaskan dampak negatif dari metode global (kulli, sas) dalam bukunya, yaitu:
1)   Akan cepat lupa secara beruntun setelah menghafal, kecuali jika murid sering mengulang-ulang dan tidak ber­henti.
2)   Meletihkan otak yang ditumbuhkan oleh hafalan yang masuk dalam waktu singkat.
3)      Metode ini tidak cocok bagi siswa pada umumnya: seperti anak kecil, orang tua dan siswa-siswa sekolah umum yang tidak terikat dengan pelajaran lain yang harus dicerna pada waktunya.
4)      Metode ini tidak tepat pada surat-surat panjang (tujuh surat panjang) karena surat ini memerlukan rincian. Ada surat yang sulit untuk dihafal tanpa direnung dan lapang dada, seperti surat al-A’raf terutama dua pertiga yang pertama banyak perasaannya dan saling memasuki dalam susunan ayatnya, terutama dalam kisah-kisah Adam, Nuh, Hud, Shaleh, Syuaib, Luth dan Musa.  Banyak kisah para nabi dalam berbagai surat dengan lafadz-lafadz yang bermacam-­macam serta susunan kata yang banyak. [32]
  1.  Metode terperinci atau metode juz’i merupakan suatu metode yang digunakan dalam menghafal Al-Qur`an secara terperinci atau mendetail. Setiap bagian-­bagian dihafal dan jikalau sudah hafal benar maka penghafal baru pindah pada bagian yang lain dengan merangkai materi yang lalu dengan materi yang akan dihafal.
Metode ini sebenarnya sudah mendekati pada penggabungan kedua metode yang telah dikemukakan oleh H. A. Muhaimin Zen, yaitu metode tahfidz dan metode takrir. Karena sudah mengandung sedikit dari maksud metode tahfidz dan takrir. Sebagaimana pendapat Abdul Rabb Nawabuddin dengan pernyata’annya dalam bukunya, Kayfa Tuhfadzul Quranul Karim.
Metode terperinci ialah membagi ayat-ayat yang akan dihafal, misalnya tujuh baris, sepuluh, satu halaman atau satu hizb. Jika telah betul-betul hafal, pindah lagi kepada pelajaran lain. Kemudian merangkaikan dengan materi yang lalu dalam satu rangkaian pada satu surat. Misalnya seorang murid menghafal surat al-Hujurat dalam dua atau tiga periode. Surat al­-Kahfi empat atau lima periode.[33]
Metode terperinci (juz’i) ini banyak hal-hal yang melatarbelakangi dengan beberapa alasan sebagai belikut:
1)      Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Asakir dariAbu Nadrah:
كان أبوسعيدالخدرىيعلمناالقرآن خمس آيات بالغداةوخمسابالعشى ويخبرأن جبريل عليه السلام نزل بالقرآن خمس آيات خمس آيات (رواه ابن عساكر)

Artinya : Adalah Abu Sa’id Al-Khuzriy, mengajarkan kepada kami akan Al-Qur’an, lima ayat dipagi hari dan lima ayat disore hari dan jibril pernah menghabarkan bahwa Al-Qur’an diturunkan lima ayat-lima ayat.
2)      Begitu Pula cara mengajarkan qira’at kepada para sahabat dan para sahabat mengajarkan kepada generasi selanjutnya.
3)   Metode ini sangat diutamakan pada anak kecil, orang yang kurang
pengalaman serta untuk kebanyakan murid.
4)            Metode ini sangat tepat dalam menghafal ayat-ayat mutasyabihat, serupa dalam susunan dan kata, serta terulang-ulang. Seperti dalam surat ar-Rahman, al-Waqiah, al-Jin, al-Mursalat dan sebagai­nya. Sebagaimana telah kami sebutkan dalam kelemahan keempat metode umum. Perlu sekali membuat jadwal waktu sebagai pegangan murid yang ingin sukses dalam program yang penuh berkah ini program yang penuh berkah ini untuk dipergunakan menurut waktu, situasi dan kemampuannya.[34]
Setelah penulis kemukakan beberapa metode yangdikemukakan oleh H. A. Muhaimi Zein dan Abdul Rabb Nawabuddin dengan sudut pandangan yang berbeda, maka di sini penulis akan memberikan satu pendapat lagi untuk memperbandingkan dan mempertimbangkan metode mana yang lebih cocok untuk diterapkan dalam satu pesantren, termasuk Pondok Pesantren Darul Ilmi Banjarbaru, menggunakan metode yang mana selama ini diterapkan. Penulis di sini mengemukakan pandangan Ahsin W. al-Hafidz dalam bukunya yang berjudul Bimbingan Praktis Menghafal Al–Qur’an, yang memper­jelas metode menghafal Al-Qur’an menjadi lima macam metode yaitu, metode (thariqah) wandah, metode kitabah, metode-metode gabungan dan metode jama’. Adapun penjelasannya sebagai berikut di bawah ini:

1. Metode (Thariqah) Wandah.
Yang dimaksud dengan metode ini, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafal. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan, akan tetapi hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Demikian seterusnya hingga mencapai satu muka. Setelah ayat-ayat dalam satu muka telah dihafalnya, maka gilirannya menghafal urut-urutan ayat dalam satu muka. Untuk menghafal yang demikian maka langkah selanjutnya ialah membaca dan mengulang-­ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu mereproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami atau refleksi. Demikian selanjutnya, sehingga semakin banyak diulang maka kualitas hafalan akan semakin representatif.[35]
2. Metode (Thariqah) Kitabah.
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat-­ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar baca’annya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wandah atau dengan berkali-kali menuliskannya sehingga dengan berkali-kali menuliskannya ia dapat sambil memperhatikan dan sambil menghafalnya dalam hati. Berapa banyak ayat tersebut ditulis tergantung kemampuan penghafal.[36]
Metode kitabah ini sebenarnya prosesnya hampir sama dengan metode wandah. Persama’annya yaitu kemampuan menghafal sama-sama menentukan cepat lambatnya dan banyaknya ayat yang dihafal. Dan bisa juga sebagai alternative tambahan untuk Pengulangan (takrir) dalam proses menghafal juga sama-sama diterapkan. Faktor jenis ayat juga mempengaruhi banyak atau tidak yang dihafal. Contohnya dalam surat as-Sabut thiwal (7surah yang panjang) maka ayat yang dihafal pun akan relatif sedikit jumlahnya. Semua itu tergantung kepada penghafal dan alokasi waktu yang disediakan untuknya. Metode kitabah ini juga banyak keuntungannya, sebagaimana dikemukakan Ahsin W. al-Hafidz :
Metode ini cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam mem­percepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangan ingatannya.[37]
3. Metode (Thariqah) Sima’i.
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini ialah mendengarkan suatu baca’an untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak yang masih di bawah umur yang belum mengenal baca tulis Al-Qur`an. Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif:
  1. Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak. Dalarn hal seperti ini, instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan teliti dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus membacakannya satu persatu ayat untuk dihafalnya, sehingga penghafal mampu menghafalnya secara sempurna. Baru kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya.
  2. Merekam lebih dahulu ayat-ayat yang akan di­hafalkannya ke dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dalam kemampuannya. Kemudian kaset diputar dan didengar dengan seksama sambil mengikuti secara perlahan-lahan. Kemudian diulang lagi dan diulang lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga ayat-ayat tersebut benar-benar hafal di luar kepala. Setelah hafalan dianggap cukup mapan barulah berpindah kepada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, dan demikian seterusnya. Metode ini akan sangat efektif untuk penghafal tuna netra, anak-anak, atau penghafal mandiri atau untuk takrir  (mengulang kembali) ayat-ayat yang sudah dihafalnya. Tentunya penghafal yang menggunakan metode ini, harus menyediakan alat-alat bantu secukupnya, seperti tape recorder, pita kaset dan lain-1ain.[38]
4. Metode (Thariqah) Gabungan.
Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama dan metode kedua, yakni metode wandah dan metode kitabah. Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional sebagai uji coba terhadap ayat­-ayat yang telah dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya di atas kertas yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Jika ia telah mampu mereproduksi kembali ayat-ayat yang dihafalnya dalam bentuk tulisan, maka ia bisa melanjutkan kembali untuk menghafal ayat-ayat berikutnya. Tetapi jika penghafal belum mampu mereproduksi hafalannya kembali dalam tulisan secara baik, maka ia kembali menghafalkannya sehingga ia benar-benar mencapai nilai hafalan yang solid, demikian seterusnya. Kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yakni berfungsi untuk menghafal dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan.Pemantapan hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.[39]
5. Metode (Thariqah) Jama.
Yang dimaksud dengan metode ini ialah cara meng­hafal yang dilakukan secara kolektif. Yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan siswa menirukan secara bersama-­sama. Kemudian instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti baca’an instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya masuk dalam bayangannya. Setelah siswa benar-benar hafal, barulah kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan disamping akan dapat membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat yang dihafalkannya.[40]
Jadi pada dasarnya semua metode yang dikemuka­kan Ahsin W. al-Hafidz di atas dapat diterapkan untuk menjalani proses menghafalkan Al-Qur`an atau sebagai pedoman dalam menghafalkannya. Para penghafal Al-Qur`an dapat menggunakan salah satu di antara metode-metode di atas atau menggunakan sebagian, bahkan juga bisa menggunakan semua metode. Karena dengan menggunakan beberapa metode yang ada akan dapat menghafalkan Al-Qur`an secara variatif atau secara selingan dan berkesan tidak monoton. Sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafalkan Al-Qur`an. Berdasarkan beberapa metode yang dikemukakan oleh Abdul Rabb Nawabuddin, H. A. Muhaimin Zen atau Ahsin W. al-Hafidz, itu semua dapat dijadikan sarana atau metode dalam meng­hafalkan Al-Qur`an. Adapun metode yang bagaimana yang paling baik sebagai pedoman bagi seseorang itu masih tergantung pada potensi individu penghafal, sistem yang ada pada lembaga tersebut atau lingkungan sekitar individu tersebut. Sedangkan makna atau jenis serta pembagian dan penama’an memang berbeda. Akan tetapi jika ditarik kesimpulan metode yang bagaimana yang biasanya diterapkan pada pondok pesantren atau lembaga pendidikan yang lain, yaitu metode tahfidzh dan metode takrir atau proses menghafal dan proses pemelihara’an dengan mengulang-ulang. Jadi kedua metode tersebut dapat dikembangkan secara luas lagi, sebagaimana yang dikemukakan  Ahsin W.Al-Hafidz. Jadi metode bagi penulis dalam menghafalkan     Al-Quran adalah semua yang telah dikemukakan ketiga tokoh di atas. Dan penulis akan meneliti langsung praktek metode yang mana diterapkan pada pondok pesantren Darul Ilmi Banjarbaru dalam menghafalkan Al-Qur`an.
E.  Faktor-faktor Pendukung Menghafalkan Al-Qur`an.
Menghafalkan Al-Qur`an merupakan suatu proses. Dengan proses tersebut akan tercapai apa yang telah diprogramkan dalam diri individu atau suatu lembaga tertentu. Di dalam suatu proses sangat memerlukan suatu aturan-aturan yang mendukung terlaksananya program dan dapat tercapainya program dengan baik sub pokok bahasan sebelumnya sudah dibahas tentang metode menghafal dalam kerangka teoritik dan sekaligus gambaran penerapannya. Penerapan beberapa metode di atas akan lebih sempurna dan berhasil, jika ditunjang dengan beberapa faktor pendukung. Adapun faktor-faktor pendukung tersebut penulis kelompokkan menjadi dua yaitu internal dan eksternal.
1. Faktor Internal.
a.   Persiapan jiwa
Penghafal Al-Qur`an sebelum masuk pada dunianya secara langsung sangat diperlukan mem­punyai kesiapan(ridnes). Dalam seluruh aspek kehidupan ini juga membutuhkan kesiapan yang matang sebelum seseorang melakukan suatu program atau rencana. Dengan kesiapan yang matang seseorang akan mampu menghadapi, menjalani serta mampu mengambil resiko baik yang berimbas pada aspek yang positif atau negatif. Dengan kesiapan para calon penghafal Al-Qur`an diharapkan mampu menghadapi, menjalankan dan menyelesaikan program yang sudah ditentukan. Dan hal ini tidak akan menimbulkan suatu keterkejutan dalam dirinya pada suatu proses yang dijalankan.
Jadi seorang calon penghafal Al-Qur`an harus mengerti bahwasanya proses yang akan dijalani tersebut merupakan satu langkah pertama dari perjalanan yang sangat jauh untuk memper­dalam isi Al-Qur`an. Kitab Allah yang suci dari segala kebatilan merupakan tali Allah yang terulur ke bumi untuk pedoman dalam menjalani kehidupan. Dan langkah tersebut harus ber­dasarkan satu niat dan tekad yang bulat dan kuat, untuk beribadah secara ikhlas kepada Allah SWT tanpa dicampuri niat yang lain. Hal ini sudah di­jelaskan di muka pada pokok bahasan keikhlasan. Para calon penghafal Al-Qur`an juga harus mengetahui terlebih dahulu permasalahan yang ada hubungannya dengan menghafal Al-Qur`an, yaitu suatu perjalanan ibadah yang sangat mulia di sisi Allah SWT.
b.  Usia yang ideal.
Mengetahui perkembangan individu merupa­kan suatu dasar untuk menentukan pokok per­masalahan yang cocok pada irama perkembangannya. Pada usia kecil atau remaja atau antara umur tujuh tahun sampai lima belas tahun ialah masa biasa diterimanya segala pengetahuan dan hafalan secara mudah dan gampang. Hal ini tidak menutup kemungkinan kesempatan pada usia dewasa.
Sebagian besar para sahabat yang terkenal sebagai qari serta sebagai guru, mereka tidak hafal dalam usia kecil, bahkan sebagian mereka belum masuk Islam kecuali setelah mereka dewasa. Sekalipun demikian, keislaman mereka mendorong untuk memperhatikan Al-Qur`an, menghafal dan mengamalkannya, dan mereka berhasil dengan tanpa ada tandingannya.
Dahulu orang Arab berkata “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.” Masa kanak-kanak sampai usia di bawah remaja atau lebih adalah dasar pokok untuk belajar menghafal Al-Qur`an.
Dengan demikian, bahwa usia yang relatif muda belum banyak terbebani oleh problematika kehidupan yang memberatkan, sehingga ia akan lebih cepat menciptakan konsentrasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Maka usia yang ideal untuk menghafal adalah berkisar antara usia 5 tahun sampai usia belum dewasa. Menurut Ahsin W. Al-Hafidz adalah pada usia antara 6 sampai 21 tahun.[41]
c.  Kecerdasan (daya ingat) dan kemauan (kesungguhan) yang kuat.
Unsur kecerdasan dan daya ingat yang kuat tersebut juga merupakan suatu faktor penunjang dari dunia dalam diri individu yang menghafalkan Al-Qur`an. Di sini kecerdasan bukan merupakan syarat mutlak, akan tetapi sebagai penunjang atas keberhasilan menghafal dengan lancar. Karena sering kita menjumpai mereka yang tampak di depan khalayak ramai bodoh. Akan tetapi setelah dia pindah pada lingkungan lain, dia menjadi pandai dan berhasil. Daya ingat dan faktor kecerdasan tersebut memang diperoleh dari unsur keturunan atau potensi (kapasitas) yang dibawa sejak lahir. Abdul Rabb Hawabuddin menyetujui akan adanya penunjang dari unsur kecerdasan (daya ingat) dan kemauan (kesungguhan) yang kuat dalam meng­hafalkan Al-Qur`an. Akan tetapi beliau tidak mengharuskan unsur tersebut pada mereka yang menghafalkan Al-Qur`an. Yang jelas unsur kewajaran atau IQ yang normal sudah cukup. Karena hormon yang mendorong kecerdasan pada usia di bawah usia 10 tahun atau lebih sedikit belum mencapai standar pada usia ini.[42]
Dengan demikian potensi fitrah atau IQ individu yang baik dan diarahkan dengan pen­didikan dan lingkungan yang mendukung, maka akan dapat menghasilkan suatu keberhasilan yang rnaksimal.
2. Faktor Eksternal.
a.    Manajemen waktu yang baik.
Mengatur waktu merupakan suatu tindakan yang diajarkan agama Islam. Islam mengajarkan pengguna’an waktu dalam kegiatan ritual setiap detik dengan dzikir, setiap shalat lima waktu, setiap mingguan dengan shalat Jum`at, setiap bulanan dengan puasa tiga hari, setiap tahunan dengan puasa Ramadhan dan seumur hidup sekali pada ibadah haji. Ada dua macam penghafal Al-Qur”an, yaitu penghafal yang khusus (tidak mem­punyai kegiatan yang lain) dan penghafal yang mempunyai kegiatan lain. Bagi, penghafal khusus hendaknya mengoptimalkan seluruh kemampuan dan seluruh kapasitas waktu yang dimiliki. Sehingga ia akan dapat menyelesaikan program menghafal Al-Qur`an lebih cepat, karena tidak menghadapi kendala dari kegiatan-kegiatan yang lain. Sedangkan bagi mereka yang mempunyai aktivitas lain, maka mereka harus pandai-pandai memanfa’atkan waktu yang ada. Di sini posisi mengatur (manajemen) waktu sangat diperlukan. Artinya penghafal harus mampu mengantisipasi dan memilih waktu yang dianggap sesuai dan tepat baginya untuk menghafalkan Al-Qur`an. Manajemen waktu yang baik akan berpengaruh besar terhadap pelekatan suatu materi.
Alokasi waktu yang ideal untuk ukuran sedang dengan target harian satu halaman adalah 4(empat) jam, dengan dua jam untuk muraja’ah (mengulang kembali)ayat-ayat yang telah dihafalnya terdahulu. Penggunaan waktu tersebut dapat disesuaikan dengan manajemen yang diperlukan oleh masing-masing para penghafal. Umpamanya, satu jam dari dua jam yang disediakan untuk menghafal setengah halaman di waktu pagi, sedang satu jam lagi untuk menghafal di waktu sore atau malam dan seterusnya. Kemudian dua jam yang disediakan untuk muraja’ah dapat diatur sebagai berikut: satu jam di antaranya digunakan untuk muraja’ah (mengulang) ayat-ayat yang telah dihafalnya pada siang hari dan satu jam yang lain untuk muraja’ah pada malam hari atau ada yang dua jam sepenuhnya dimanfa’atkan untuk muraja’ah pada malam hari saja. Sedangkan waktu-­waktu senggang lainnya untuk menghafal saja. Dan seterusnya dapat diatur sesuai dengan manajemen dan kebutuhan penghafal itu sendiri.[43]
Sedangkan waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal dan muraja’ah yaitu:
– Waktu sebelum terbit fajar.
– Waktu setelah terbit fajar sehingga terbit matahari.
– Waktu setelah bangun dari tidur siang.
– Waktu setelah shalat.
– Waktu diantara shalat Maghrib dan Isya.
b.    Sarana dan prasarana yang menunjang
Adapun yang dimaksudkan sarana dan prasarana di sini yaitu segala sesuatu yang secara langsung dipergunakan untuk membantu ter­laksananya tujuan pendidikan. Proses menghafal­kan Al-Qur`an itu merupakan suatu proses yang tidak ada istirahatnya, dikala  ada waktu senggang pasti digunakan untuk kegiatan menghafal. Jadi sarana dan prasarana di sini adalah sesuatu yang komplek sekali, dari sarana yang ada keterkaitan langsung atau tidak ada keterkaitan secara langsung. Misalnya sarana yang ada keterikatan langsung yaitu pengguna’an mushaf tidak berganti-ganti atau cukup satu jenis mushaf, karena dengan pola hafalan dan bayangan hafalan yang tetap akan dapat menunjang cepat proses hafalan seseorang. Dan dianjurkan untuk menggunakan Al-Qur`an pojok atau Al-Qur`an sudut (Indonesia). Sedangkan di luar disebut Al-Qur`an Bahriyah karena diterbitkan oleh percetakan Bahriyah Turki. Dan dinamakan juga Al-Qur`an Stambul/Istambul (Turki).[44] Contoh yang lain sarana tempat menghafal hendaklah jauh dari kebisingan, bersih dan suci, luas, penerangan yang cukup, mempunyai temperatur suhu yang sesuai dengan kebutuhan, ventilasi yang cukup dan lain-lain.
  1. Strategi menghafal yang baik
Strategi di sini merupakan langkah dalam penerapan atau operasional dalam metode yang telah dijabarkan dalam sub pokok bahasan di depan. Sedangkan langkah-langkah tersebut sangat mendukung kelancaran proses menghafal Al-Qur`an.
Strategi menghafal tersebut adalah:
–    pengulangan ganda.
–    menggunakan satu jenis mushaf.
–    tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal.
–    menghafal urutan ayat-ayat yang dihafal dalam bentuk atau jumlah.
–    memahami ayat-ayat yang dihafal.
–    memperhatikan ayat-ayat yang serupa.
Contohnya pada surat al- Mu’minun: 83
ô‰s)s9 $tRô‰Ïããr ß`øtwU $tRät!$t/#uäur #x‹»yd `ÏB ã@ö6s% ÷bÎ) !#x‹»yd HwÎ) 玍ÏÜ»y™r& šúüÏ9¨rF{$# ÇÑÌÈ
Artinya :  Sesungguhnya Kami dan bapak-bapak Kami telah diberi ancaman (dengan) ini[1017] dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!”.

[1017] Maksudnya diancam dengan hari berbangkit.
–    disetorkan pada seseorang yang dianggap mampu membimbing kita.
–    membuat target hafalan.
  1. Do’a.
Diantara upaya-upaya yang perlu  dilakukan untuk memantapkan kemauan menghafal Al-Qur’an ialah dengan pendekatan-pendekatan rohani sebagaimana dilakukan oleh para imam-imam besar sebelumnya. Pendekatan-pendekatan itu ialah:
Melakukan shalat lihifdzil qur’an dengan baca’an-baca’an tertentu sebagai berikut:
– Pada rakaat pertama setelah al-Fatihah membaca Surah.Yasin hingga selesai.
– Pada rakaat kedua setelah al-Fatihah membaca surah ad-Dukhan hingga selesai.
– Pada rakaat ketiga setelah surah al-Fatihah membaca surat  as-Sajadah hingga selesai.
– Pada rakaat keempat setelah surah al‑Fatihah membaca surah al-Mulk hingga selesai.
Riyadhah tersebut telah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan diajarkan kepada para sahabatnya antara lain sahabat Ali bin Abi Thalib. Riyadhah ini sebaiknya dilakukan sebanyak tiga kali Jum`at atau lima kali Jum`at atau tujuh kali Jum`at. Hal lain yang juga dilakukan oleh ulama ahli Al-Qur`an di Indonesia sebagaimana tersebut di atas, yaitu :
1.  Membaca shalawat sebelum membaca Al-Qur’an.
2.  Membaca do’a khatam Al-Qur’an setelah membaca Al-Qur’an seluruhnya.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN.
A.  Subjek dan Objek Penelitian.
1.    Subyek Penelitian.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah 1(satu) orang ustadz dan 20 orang santri dan 1(satu) orang ustadzah dan 31 orang santriwati program menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Darul Ilmi.
2.    Obyek Penelitian.
Adapun yang menjadi obyek penelitan ini adalah metode menghafal Al-Qur`an  di Pondok Pesantren Darul Ilmi Kota Banjarbaru.

  1. B.       Data dan Sumber Data.
  2. Data.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data penunjang, yaitu:
  1. Data Pokok
1)      Data yang berkena’an dengan Metode Menghafal Al-Qur`an di Pondok Pesantren Darul Ilmi kota Banjarbaru.
a)    Metode yang digunakan.
b)   Penetapan  metode pengajaran.
c)    Penerapan metode dalam pengajaran.
2)      Data tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Metode Menghafal Al-Qur`an di Pondok Pesantren Darul Ilmi kota Banjarbaru.
a)    Faktor internal.
  • Latar belakang  ustadz pengajar tahfidz.
  • Minat guru dalam mengajar.
  • Pengalaman mengajar.
b)   Faktor eksternal.
  • Sarana dan prasarana
  • Lingkungan
  1. Data penunjang.
Data penunjang berkena’an dengan gambaran umum lokasi penelitian meliputi:
1)    Letak geografis
2)    Struktur organisasi
3)    Keada’an guru (ustadz /ustadzah).
4)    Keada’an santri/santriwati.
6)    Sarana dan prasarana.
  1. Sumber Data.
Untuk memperoleh data tersebut di atas penulis menggalinya melalui sumber data sebagai berikut:
  1. Responden: pembimbing (Ustadz/ustadzah) dan yang dibimbing (santri/santriwati) program menghafal Al-Qur’an yang ada di Pondok Pesantren Darul Ilmi.
  2. Informan: semua pihak yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam hal ini yaitu kepala sekolah, para ustadz/ustadzah , serta para santri/santriwati di Pondok Pesantren Darul Ilmi kota Banjarbaru.
  3. Dokumen: segala informasi tertulis yang berhubungan dengan subyek dan obyek penelitian.
  4. C.           Teknik pengumpulan data
Dalam rangka memperoleh data dan informasi dalam penelitian ini ada beberapa metode yang digunakan:
  1. Metode observasi.
Metode observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki[45]. Observasi praktek pengajaran dengan sistem atau metode yang ada.
  1. Metode interview.
Metode interview adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan wawancara sebagai proses tanya jawab lisan dari dua orang atau lebih dengan berhadapan secara fisik. Yang satu melihat muka yang lain dengan mendengarkan memakai alat pendengarannya.[46]
Interview di sini artinya bebas tetapi terpimpin artinya pertanya’an yang akan diajukan sudah disusun lengkap maupun pelaksana’annya tidak terikat oleh daftar pertanya’an yang telah tersusun.
  1. Metode Angket.
Metode Angket adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyebarkan angket (daftar pertanya’an) kepada responden untuk dijawab. Kemudian hasil jawaban yang sudah terkumpul diklasifikasikan dan dianalisis sesuai dengan keperluan penelitian.
  1. Metode dokumentasi.
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data di mana yang menjadi data adalah dokumen.[47] Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang santri dan santriwati, struktur organisasi dan lain-lain.











                                                                   BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN

  1. A.    Gambaran Penerapan Metode Menghafal al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi.
Metode yang digunakan diTahfidzul Qur’an putra Darul Ilmi, ada 2 metode yang diterapkan oleh ustadzh (pembimbing) nya.Diantaranya sebagai berikut:

  1. Metode wandah (menghafal).
Dimana para santrinya menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafal, secara berulang-ulang hingga benar-benar membentuk gerak refleks pada lisannya.
  1. Metode sima’I (mendengar).
Dimana para santrinya mendengarkan dari ustadz (pembimbing)nya terlebih dahulu ayat-ayat selanjutnya yang akan dihafalkannya.
Dan dari metode yang telah diterapkan oleh ustadz (pembimbing)nya yang telah disebutkan diatas hasil yang diperoleh sudah dapat masuk dalam kategori cukup memuaskan dan baik.
Dimana ustadz (pembumbing)nya sudah menerapkan metode yang bagi beliau sudah cukup bagi para santrinya.
Dan untuk keaktifan mereka dalam segala yang diprogramkan ini begitu intensif yakni 6 hari dalam seminggu seperti peroses belajar mengajar pada umumnya yang hanya ada libur pada hari minggu.
Adapun faktor lingkungan dan tempat pada program Tahfidzul Qur’an putra Darul Ilmi adalah berhadapan dengan persimpangan 3 dan mesjid “ Ghairu jami “, disebelah kanannya jalan menuju perumahan para dewan guru dan karyawan Pondok Pesantren Darul Ilmi, disebelah kirinya rumah ustadz Sahid Mahmud dan belakangnya kamar mandi dan wc khusus asrama Tahfidz itu sendiri.
Adapun tempat (asarama)nya, para santri yang mengikuti program Tahfidzul Qur’an putra Darul Ilmi mayoritasnya dikumpulkan disatu tempat (asrama) khusus Tahfidz, karena para santri yang mengikuti program Tahfidzul Qur’an putra Darul Imi tidak ada terikat dengan keorganisasian apapun.
Tapi ada juga santri yang tidak bertempat (berasrama) pada asrama khusus tahfidz dikarnakan :
–          Dia yang masih dalam tahap percoba’an sebelum dinyatakan bisa benar-benar bergabung dengan para santri tahfidz lainnya.
–          Dia yang sudah lulus dari pondok tapi masih ingin mengikuti program Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi, seperti yang lain sebagaimana sebelum ia lulus dari pondok.
–          Kesalahan yang dia perbuat yang mungkin sudah fatal bagi ustadz (pembimbing)nya, sehingga membuat dia mesti meninggalkan asrama khusus tahfidz.
Adapun hambatan-hambatan yang dijumpai dalam program Tahfidzul Qur’an putra Daru Ilmi disini diantaranya, sebagai berikut :
  1. Dari pihak ustadz (pembimbing).
    1. Saat menemukan santrinya yang tidak serius, serta tidak punya keinginan kuat untuk menghafal. Utamanya apabila menemukan yang malas menghafal dengan berbagai alasannya sehingga tidak menyetorkan hafalannya.
    2. Adanya keperluan pribadi (baik keluarga/ada perminta’an orang dalam mengisi majlis untuk berceramah).
Yang terkadang membuat beliau tidak dapat memenuhi tugas seperti biasanya sebagaimana semestinya, diluar skejul semestinya.
  1. Dari pihak santri.
Lumrah saja seperti hambatan-hambatan yang memeng sering ditemui oleh siapa saja yang juga menghafalkan al-Qur’an, diantaranya sebagai berikut :
  1. Banyak ayat-ayat mutasyabihat (hampir sama).
Jika hafalan sudah memasuki surah-surah panjang maka ini tak urung akan dijumpai bagi siapasaja yang menghafalkan al-Qur’an.
  1. Gangguan dari lingkungan sekitar.
Baik itu lokasi, tempat, maupun teman-teman sekitar.
  1. Ada masalah pribadi.
Baik permasalahan yang berasal dari diri sendiri, pihak keluarga, teman, ataupun libatan pihak lain.
  1. Cepat lupa.
Untuk hal ini dikembalikan pada diri sendiri santriwatinya masing-masing dalam menjaga hafalannya, adapun diantara faktor penyebab lupa diantaranya sebagai berikut :
–          Karna tidak diulang-ulangi.
–          Terganggunya pikiran dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hati, baik itu pribadi ataupun ada libatan pihak lain dari lawan jenis (berpacaran).
  1. B.     Gambaran Penerapan Metode Menghafal Al-Qur’an diTahfidzul Qur’an Putri Darulilmi.
Metode yang digunakan diTahfidzul Qur’an Putri, ada berbagai variasi yang diterapkan oleh ustadzah (pembimbing)nya. Diantaranya sebagai berikut :
  1. Metode Tahsin.
Dimana santriwatinya mengkaji Al-Qur’an dengan membaca saja terlebih dahulu mempaskan kefasihan baca’an dan kebenaran tajwidnya sebelum memulai mengikuti menghafal al-qur’an seperti yang lainnya.
  1. Metode Tahfidz Dan Takrir.
Yang terdiri dari Tahfidz (Penghafalan) dan Takrir (Pengulangan), disetiap harinya. Dimana waktu untuk tahfidz (penghafalan)nya ba’da (sesudah) subuh, dan untuk takrir (pengulangan) ba’da (sesudah) isya. Dan ini diwajibkan bagi seluruh santriwati yang mengikuti program Tahfizul Qur’an diPondok Pesantren Darulilmi Putri.
  1. Metode Kitabah.
Dimana para santriwatinya diwajibkan untuk menyetorkan tulisan, akan apa yang akan dihafalkannya beserta terjemah(per-kata)nya, disetiap harinya. Dan metode kitabah disini juga berlaku sebagai pengganti penyetoran hafalan dalam bentuk lisan jika santriwatinya sedang berhalangan (haid). Jadi jika santriwatinya sudah kembali suci dari berhalangan (haid)nya maka tidak perlu lagi menulis cukup menyetorkan hafalan dalam bentuk lisannya saja lagi. Dengan catatan, sampai sebanyak apa ia (santriwati)nya sudah menulis ketika ia berhalangan (haid), dan jika sudah sampai batas akhirnya maka ia (santriwati) kembali seperti semula dengan setiap kali menyetorkan hafalan sekaliguspula menyetorkan tulisannya, begitulah seterusnya. Dan kebiasa’an santriwati dalam menghafal disetiapkali pertemuan dengan ustadzah (pembimbing)nya adalah 1halaman (1/2 lembar), yang biasa disebut oleh para santriwati 1pojok.
Dan dari metode yang telah diterapkan oleh ustadzah (pembimbing)nya yang telah disebutkan diatas hasil yang diperoleh sudah dapat masuk dalam kategori memuaskan dan sudah baik. Dimana ustadzah (pembimbing)nya sudah menerapkan berbagai metode yang bervariasi untuk para santriwatinya. Disamping itu beliau juga begitu memperhatikan kefasihan baca’an serta tajwid yang benar bagi santriwati yang dibinanya. Pada program Tahfizul Qur’an Putri Darulilmi disini keaktifan mereka dalam segala yang diprogramkan ini hanyalah 4hari dalam seminggu, yakni : pada hari senin, selasa, rabu, dan kamis. Dikarnakan ustadzah (pembimbing)nya mempunyai kesibukan tersendiri di3hari lainnya.
Yakni beliau pada hari kamis dan jum’at sore mengajar di “Madrasah Diniyah Lil’Banat al-Batul” , jl.penatu Banjarmasin. Jum’at pagi dirumah menjagakan setoran mahasiswi UNLAM. Dan sabtunya menjagakan setoran diIAIN program khusus mahasiswi jurusan tafsir hadist, fakultas Ushulud’din.
Adapun faktor lingkungan dan tempat. Lingkungan pada program Tahfidzul Qur’an Putri Darulilmi ialah  berhadapan dengan persimpangan 3, tepat bersebelahan dengan asrama “Aisyah” disebelah kanannya, jalan menuju tempat pemandian umum disebelah kirinya, dan belakangnya langsung ketempat pemandian umum tadi.
Adapun tempat (asrama)nya para santriwati yang mengikuti program Tahfidzul Qur’an Putri Darulilmi tidak semua santriwatinya dikumpulkan disatu tempat (asrama) khusus, hanya ada 12orang. Dan mayoritas santriwati lainnya tersebar diberbagai asrama lain yang ada diPondok Pesantren Putri Darulilmi. Dan faktor yang membuat mereka tersebar diantaranya sebagai berikut :
  1. Organisasi 0P4DI.
    1. Har’rakatullughah.
    2. Ketua asrama.
    3. Santriwati baru.
Yang mana itu semua merupakan amanah dari bagian yang lebih berwenang yang menentukan mesti demikian. Meski bagi santriwati yang tidak bertempat diasrama khusus ada kemauan juga untuk menetap disana. Tapi keberada’an mereka diluar asrama khusus pun tidak menjadi masalah buat mereka dan samasekali tidak menjadi hambatan bagi mereka dalam mengikuti apa yang telah diprogramkan diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi.
Adapun hambatan-hambatan yang dijumpai dalam program Tahfidzul Qur’an Putri Darulilmi disini diantaranya sebagai  berikut :
  1. Dari Pihak Ustadzah (pembimbing).
    1. Ketika menemukan santriwatinya yang tidak serius, serta tidak punya keinginan kuat untuk menghafal. Utamanya apabila menemukan santriwati yang malas menghafal dengan berbagai alasannya sehingga tidak menyetorkan hafalannya.
    2. Ketika kondisi keada’an tubuh yang fluktuatif kadang tidak stabil atau adanya keperluan pribadi (baik dalam masalah keluarga) Yang terkadang membuat beliau tidak dapat memenuhi tugas seperti biasanya sabagaimana semestinya, diluar kuasa beliau.
    3. Dari Pihak Santriwati.
Lumrah saja seperti hambatan-hambatan yang memeng sering ditemui oleh siapa saja yang juga menghafalkan Al-Qur’an, diantaranya sebagai berikut :
  1. Banyak ayat-ayat mutasyabihat (hampir sama).
Jika hafalan sudah memasuki surah-surah panjang maka ini tak urung akan dijumpai bagi siapasaja yang menghafalkan Al-Qur’an.
  1. Gangguan dari lingkungan sekitar.
Baik itu lokasi, tempat, maupun teman-teman sekitar.
  1. Ada masalah pribadi.
Baik permasalahan yang berasal dari diri sendiri, pihak keluarga, teman, ataupun libatan pihak lain.
  1. Cepat lupa.
Untuk hal ini dikembalikan pada diri sendiri santriwatinya masing-masing dalam menjaga hafalannya, adapun diantara faktor penyebab lupa diantaranya sebagai berikut :
–          Karna tidak diulang-ulangi.
–          Terganggunya pikiran dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hati, baik itu pribadi ataupun ada libatan pihak lain dari lawan jenis (berpacaran).
  1. C.    Analisis.
Dari hasil penelitian yang kami kerjakan, kedua metode yang diterapkan diTahfidzul Qur’an (Putra/Putri) Darul Ilmi sudah efisien, namun mempunyai sisi kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Hasil yang diperoleh juga sudah begitu baik dan memuaskan meski masih diperlukan tambahan-tambahan dikedua belah pihaknya.
Dimana dari segi metode, dapat dilihat dari hasil gambaran diatas lebih efisien metode-metode yang diterapkan diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi, tapi dari segi keaktifan program belajar mengajar lebih efisien yang diterapkan diTahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi.
Untuk sarana dan prasarana tempat untuk program Tahfidzul Qur’an (Putra/Putri) Darul Ilmi keduanya telah disediakan asrama khusus tahfidz. Akan tetapi untuk Tahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi mayoritas santriwatinya berada diluar asrama khusus, sedangkan untuk Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi mayoritas santrinya berada diasrama khusus. Adapun faktor yang membuat mereka tidak berada diasrama khusus tahfidz, untuk Tahfizul Qur’an Putri Darul Ilmi karna tuntutan profesi dan sudah merupakan ketentuan dari pihak yang lebih berwenang untuk demikian, tapi untuk Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi ketiada’an mereka diasrama khusus, diantaranya karena :
  1. Kesalahan yang dia perbuat yang mungkin sudah fatal bagi ustadz (pembimbing)nya, sehingga membuat mereka mesti meninggalkan asrama khusus tahfidz.
  2. Mereka yang masih dalam tahap percoba’an sebelum dinyatakan bisa benar-benar bergabung dengan para santri tahfidz lainnya, dan
  3. Dikarnakan sudah lulus dari Pondok Pesantren Darul Ilmi tapi masih ingin mengikuti program Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi meski tidak se’aktif seperti yang lainnya, tapi setidaknya dia masih mengikuti yang diprogramkan diTahfidzul Qur’an Darul Ilmi Putra minimal 2x pertemuan setiap minggunya.








BAB V
PENUTUP
  1. A.       Kesimpulan.
Dari uraian dan pembahasan yang dikemukakan pada bagian terdahulu,dapatlah diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

  1. Ditahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi menerapkan dua metode, yaitu :
    1. Wandah (menghafal).
    2. Sima’i (mendengar).
    3. Ditahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi menerapkan empat metode, yaitu :
      1. Tahsin (perbaikan/pembagusan).
      2. Tahfidz (hafalan).
      3. Takrir (pengulangan).
      4. Kitabah (menulis).
      5. Hasil dari metode yang diterapkan diTahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi sudah terlaksana dengan baik dan tingkat keberhasilan dari 2 metode ini, hal ini dapat dilihat dengan sudah banyaknya mencetak para hafidz berjumlah kurang lebih 20orang, yang dikarenakan juga faktor telah adanya program ini  diPondok Pesantren Putra Darul Ilmi sudah lama, sejak tahun 2003 silam. Dan masih terus eksis hingga sekarang. Dan juga dari hasil penelitian dari para responden (santri Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi) sa’at ini, dinyatakan 30% cukup puas dan 70% memuaskan.
      6. Adapun hasil dari metode yang diterapkan ditahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi sudah terlaksana dengan baik pula. Dan tingkat keberhasilan dari empat metode ini, hal ini dapat dilihat dari keoptimalan pengajarnya, dan telah ada 1 orang hafidzah diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi, dan bagi santriwati yang lainnya sudah memproduksi hafalan rata-rata dari 1-5 juz. Meski masih terbilang sangat baru adanya program ini diPondok Pesantren Putri Darul Ilmi, ya baru sejak 1 tahun silam. Dan juga dari hasil penelitian dari para responden (santriwati Tahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi ) saat ini, dinyatakan 10% cukup memuaskan dan 90% memuaskan.
      7. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses berlangsungnya belajar mengajar diTahfidzul Qur’an Darul Ilmi (Putra/Putri) terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
        1. Dari pihak pembimbing (ustadz/ustadzah).
          1. Faktor internal :  berupa keada’an kondisi tubuh, metode yang diterapkan, dan menajemen waktu.
          2. Faktor eksternal :  berupa sarana dan prasarana (tempat/lingkungan), dan respon yang diterima dari yang dibimbing (santri/santriwati) bersungguh-sungguh tidaknya dalam menerapkan metode yang telah diberikan.
  1. Dari pihak yang dibimbing (santri/santriwati).
    1. Faktor internal :  berupa persiapan jiwa, usia yang ideal, serta kesungguhan dalam mencapai kemauan.
    2. Faktor eksternal :  berupa manajemen waktu yang baik, sarana dan prasarana (tempat/lingkungan) yang menunjang, serta strategi menghafal yang baik.
B.   Saran-saran.
1. Untuk Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi hendaklah program menghafal Al-Qur’an dengan pengguna’an metode wandah (menghafal) dan sima’i (mendengar) terus dilanjutkan.
Dan alangkah lebih baik lagi untuk coba diterapkan metode-metode lain yang telah diterapkan diTahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi. Seperti Takrir, kitabah, dan tahsin :
  • Dimana takrir (pengulangan) dengan adanya waktu khusus yang dijadwalkan setiap harinya.
  • Kitabah (menulis), dimana dengan ini para santri Tahfidzul Qur’an Darul Ilmi bisa membantu untuk takrir (pengulangan) hafalan secara tidak langsung dan juga dapat mengetahui terjemah (arti-arti) dari ayat yang akan dihafalkannya, disamping itu agar ia lebih memperdalam lagi mengetahui tentang isi kandungan Al-Qur’an.
  • Dan tahsin (perbaikan/pembagusan), dimana dengan ini para santri Tahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi dapat benar-benar memperbagus lagi baca’annya dalam menyampaikan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang telah dihafalkannya dengan kefasihan dan pas dalam tajwidnya. Dan semua ini sangatlah bermanfa’at bagi kedua belah pihak.Utamanya bagi para santrinya, dan bagi pembimbing (ustadz) nya pun akan senang dan merasakan kepuasan tersendiri dari hasil yang sangat baik yang akan dicapai nantinya oleh para santri (yang dibimbing)nya dengan metode yang diterapkannya, amin.
2. Untuk Tahfidzul Qur’an Putri Darul Ilmi hendaklah program menghafal Al-Qur’an dengan pengguna’an metode Tahfidz (penghafalan), dan Takrir (pengulangan),kitabah (penulisan), dan Tahsin (perbaikan/pembagusan) terus dilanjutkan.
Dan alangkah lebih baik lagi untuk coba ditambah terapkan metode sima’i (mendengar) seperti yang telah diterapkan diTahfidzul Qur’an Putra Darul Ilmi dimana sima’i (mendengarkan) para santriwati (yang dibimbing) akan ayat-ayat apa selanjutnya yang akan dihafalkannya. Sebagai penyempurna metode-metode yang telah diterapkan sebelumnya.  Dan semua ini sangatlah bermanfa’at bagi ke-2 belah pihak dimana para santriwatinya kecil kemungkinan terdapat kekekliruan dalam pembaca’an ayat-ayat yang telah dihafalkannya, dan pembimbing (ustadzah)nya akan senang dan merasakan kepuasan tersendiri dari hasil yang sangat baik yang akan dicapai oleh para santriwati (yang dibimbing)nya dengan metode-metode yang diterapkannya , amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Mughirah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz VII dan Juz VIII
Abu Hamid Muihmad Ibnu Muhammad al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Beirut:   Dar al-Fikr, t.t
Abu Husin Muslim bin Hujjaj, Shahih muslim, cet.8, 1967
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan , Jakarta: Aksara Baru, 1988
Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakariya, Himpunan Fadhilah Amal, Yogyakarta: Ash-Shaff, 2006
Ash Shabuny,  Muhammad Aly, Pengantar Study al-Qur’an (At-ibyan), Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1984
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir/A1-Qurban, cet. XV, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994
As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman, Al-Itqan Fi Ulumil Qur`an, Beirut: Dar Al-Fikr, 1979
Az-Zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri,Surabaya: Al-Hidayah,t.t
Bukhari, Imam Abi Abdullah  Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Mughirah, As-Shahih Bukhari, Indonesia: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, 1981
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: al-Alwah, t.t.
Departemen Agama RI., Direktori Pesantren 3, 2007
Departemen Agama RI., Pola Pengembangan Pondok Pesantren, 2000
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. III, Jakarta : LP3ES, 1984
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta, Fak: Psikologi UGM, 1983
Kusnan, M. Rosyid, Mengenal Kitab Suci, Macanan Baru : Cempaka Putih, 2008
Nawabuddin, Abul Rabbi, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: CV. Tri Daya Inti
Qattan, Manna al- Khalil, Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, Beirut: asy-Syirkah        al Mutahadil lil Tauzi, t.t.
Qattan, Manna al- Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Jakarta : PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 1994
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 20, Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Bandung: Citra Umbara, 2003
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 20, tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Bandung: Citra Umbara, 2003
Winarno Surahmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1990
Yunus, Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta : PT. Hidaya Karya Agung, 1983
Zarqani, Muhammad al-Adhim Aziz, Manahil al-‘Irfan Fil’Ulum Al-Qur’an, Mesir: ttp., t.t., I: 19
Zen, H.A Muhaimin, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985
Zuhdi, Masjfuk, Pengantar Ulumul Qur’an, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1993













*DAFTAR NAMA SANTRI TAHFIDZUL QUR’AN PUTRA DARUL ILMI*
NO
NAMA SANTRI
KELAS PONDOK
KELAS NEGRI
JANGKA WAKTU MENGHAFAL
JUMLAH HAFALAN
1.
ABDURRAHMAN SUDAIS
2 MTS
XI
1 TAHUN
1 JUZ
2.
AHMAD HABIBI
1 MTS
VII
6 BULAN
2 JUZ
3.
ALFIANNUR
IX
4 BULAN
2 JUZ
4.
ALWI HASAN
2 ALY
XI
3 TAHUN
16 JUZ
5.
KASFUL ANWAR
1 MTS
VII
6 BULAN
1 JUZ
6.
KHAIRUDDIN
3 MTS
IX
1 TAHUN
3 JUZ
7.
LAZUARDI
2 MTS
1 TAHUN
3 JUZ
8.
LUTHFI
2 MTS
VIII
2 TAHUN
4 JUZ
  9.
MUHAMMAD FIKRI
3 ALY
XII
4 TAHUN
10 JUZ
10.
MUHAMMAD HAFIDZ ALGHAFIQI
3 MTS
XI
2 TAHUN
4  JUZ
11.
MUHAMMAD HILMAN FUADIY
1 ALY
XI
3 TAHUN
15 JUZ
12.
MUHAMMAD MIRWAN
LULUS
LULUS
6 TAHUN
25 JUZ
13.
MUHAMMAD RAMLI
2 ALY
XI
1 TAHUN
5 JUZ
14.
MUHAMMAD RIFKI FIRDAUS
3 MTS
IX
3 TAHUN
20 JUZ
15.
MUHAMMAD SYIHABBUDDIN
2 MTS
X
6 BULAN
4  JUZ
16.
MUHAMMAD ZAINI
1 MTS
6 BULAN
3 JUZ
17.
NOR HABIBI
8 BULAN
3 JUZ
18.
SAUFI SAFA’AT
2 MTS
VIII
1 TAHUN
2 JUZ
19.
SULAIMAN
1 MTS
X
1 TAHUN
6 JUZ
20.
YUSUF SUGIARTO
2 ALY
XI
4 TAHUN
19 JUZ
*DAFTAR NAMA SANTRIWATI TAHFIDZUL QUR’AN PUTRI DARUL ILMI*
NO
NAMA SANTRIWATI
KELAS PONDOK
KELAS NEGRI
JANGKA WAKTU MENGHAFAL
1.
AMALIAH
3 ALY
XII
1 TAHUN
2.
AULIA MAGFIRAH
3 ALY
XII
1 TAHUN
3.
BAYAH
2 ALY
XI
9 BULAN
4.
HAMIDAH
1 ALY
XII
9 BULAN
5.
HASANAH
2 ALY
XI
1 TAHUN
6.
HIDAYAH
2 MTS
XI
9 BULAN
7.
KHODIJAH
2 MTS
VIII
9 BULAN
8.
LATIFAH
1 ALY
1 TAHUN
9.
LIA MULYANI
3 MTS
IX
8 BULAN
10.
MARIA NOR JANNAH
2 MTS
XI
5 BULAN
11.
MARIA ULFAH
1 ALY
X
1 TAHUN
12.
MINAH
1 ALY
1 TAHUN
13.
MUTMA’INAH
1 ALY
XI
1 TAHUN
14.
NOOR AMALINA AUDINA
3 MTS
XI
8 BULAN
15.
NOR ALFIFAH
2 MTS
XI
8 BULAN
16.
NUR ALAWIYAH
2 ALY
XI
1 TAHUN
17.
NUR HAFIZAH
2 MTS
XI
8 BULAN
18.
NUR SYAHIDA
3 MTS
IX
8 BULAN
19.
NURIDA
3MTS
XI
9 BULAN
20.
NURUL HUSNA
2 ALY
XI
1 TAHUN
21.
RASULIMAH
1 ALY
XII
1 TAHUN
22.
RAUDATUL JANNAH
3 MTS
IX
1 TAHUN
23.
SA’DIYAH AFIATUSSALAMAH
2 MTS
VIII
8 BULAN
24.
SARAH AULIA RAHMI
3 MTS
IX
9 BULAN
25.
SELLY MAULIDA
3 MTS
X
1 TAHUN
26.
SITI MAHMUDAH
1 ALY
X
1 TAHUN
27.
SOFIA MAHMUDAH
1 MTS
VIII
8 BULAN
28.
THAIBAH
3 MTS
IX
1 TAHUN
29.
TUTI ALAWIYAH
1 ALY
X
1 TAHUN
30.
UMMI RADHA
3 MTS
IX
8 BULAN
31.
ZALINA ZAINAB
3 MTS
IX
6 BULAN





*BIODATA USTADZ*
Nama Lengkap: Muhammad AL-HAFIDZ.
Nama panggilan: Muhammad.
TTL: Majalengka 15 juni 1975.
Alamat: Jl.A.yani.km.19.200 Darul Ilmi.
Nama OrANG tuA:                  *Ayah: Alm.Adria
*Ibu:Alm.sairah
Asal sekolah:                         *TK: –
*SD / Mi: Iskandar dinata
*SMp / MTs: Darul Ilmi
*SMA / MA: Sullamul ulum
*Kuliah: –
*Propesi sekarang: Guru (USTADZ).
Lama waktu menghafal: 8 TAHUN.
Alasan menghafal: Mencari Ridho Allah.
Alasan menjadi guru tahfidz:
*Mencari ridho Allah sambil menjaga hafalan.
Metode dalam membimbing santri:
*Tidak ada metode tertentu, cukup dengan cara membacakan untuk santri, dan mendengarkan dari santri.
Hobby: Mengajar.
Pesan:                                              * Al-Qur’an akan mudah dihafal dengan kesungguhan yang kuat dan hati yang bersih !
Motivasi menghafal:     * Ingin merasakan hafal Al-Qur’an 30 juz.
Kesan menghafal tahfidz:
* Lebih dekat dengan guru, leBIh diperhatikan guru.
Hambatan dalam mengajar tahfidz:
* Waktu santri yang berbenturan dengan kegiatan-kegiatan lainnya (tidak khusus menghafal).
Motivasi dalam menghafal:
*keinginan diri sendiri.
*semata-mata karena orang tua.
*ada libatan dari pihak lain.
Jenis kesulitan yasng kebiasaan dialami dalam menghafal Al-Qur’an:
*banyak ayat-ayat yang hampir sama.
*gangguan dari lingkungan sekitar.
*sulit konsentrasi.
*ada masalah pribadi.
*cepat lupa.
Waktu yang lebih cepat dalam menghafal Al-Qur’an:
* ketika hati tenang, kapan pun menghafal akan terasa mudah menghafal dan melekat.
CARA MENGHAFAL SETELAH BERKELUARGA:
*mengulangnya cukup dengan dibaca.
*BIODATA USTADZAH*
Nama Lengkap: SITI MARYAM EL-HAFIDZAH,S.THi.
Nama Panggilan: MARYAM .
TTL: Amuntai, 17 Maret 1990.
Alamat: jl.Belitung Barat 69 BKIA RT 18 No 65 Bjm.
Nama Ortu:                               *Ayah: H.Ahmad Baijuri .
* Ibu: HJ.Laila .
Asal Sekolah:                         *TK: –
*SD / MI: SDN kuin selatan 4 (kelas 1-3).
*MI Darul Huda (kelas 4-6).
*SMp / MTs: MTsN Mulawarman .
*SMA / MA: MA Rakha putri.
*Kuliah: IAIN Antasari bjm .
*Sekarang: MENGAJAR.
Propesi sekarang: Guru Tahfidzah .
Lama waktu menghafal: 3 TAHUN.
Dibawah bimbingan: Ustadzah Fatimah,Lc.
Tempatnya: Amuntai.
Hobby: main bulu tangkis,baca novel.
Motivasi menghafal:     *awalnya karna dorongan orang tua.
* selanjutnya merasa ada kemampuan menghaf Al-Qur’an.
*jadi diri sendiri terdorong untuk menghafal Al-Qur’an.
*kemudian ditengah perjalanan, ada pihak-pihak yang memotivasi.
Hambatan menghafal:
*menghafal itu mudah jika kita punya keinginan kuat dan sungguh-sungguh maka segala rintangan akan dapat kita lalui.
Alasan menghafal:           *Agar bisa menghafalkan Al-Qur’an sampai 30 juz dengan baca’an yang fasih dan tajwid yang benar.
*karena Al-Qur’an bisa menjadi syafa’at dan pembela) bencana buat kita apabila baca’an kita benar dan mengamalkan isinya, Dan menjadi bencana apabila baca’an kita salah.
*selain itu Al-Qur’an wajib dibaca ketika shalat, apabila kita salah maka shalat menjadi tidak sah.
Kesan mengajar tahfidz:
* Seorang guru akan sangat senang apabila melihat murid (santri) yang dibinanya sungguh-sungguh dalam menghafal dan sebaliknya apabila melihat santrinya tidak serius menjalaninya, serta tidak punya keinginan kuat untuk menghafal, apabila menemukan santri yang malas menghafal dengan berbagai alasan sehingga tidak menyetorkan hafalannya.
Pesan:                                              *Untuk setiap santri,,, apapun yang kalian ambil,,,luruskan Niat,,, kuatkan hati untuk menjalaninya dengan sungguh-sungguh dan berusaha melakukannya sebaik-baiknya,,, ! Begitu pula kita mempunyai niat untuk menghafal dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh maka hasilnya pun akan memuaskan,,, ^^
Metode yang diajarkan:
* Tahfidz, takrir, KITABAH, DAN tahsin bagi santri yang belum betul membacanya (memperbaiki baca’an) tahfidz dan takrir seperti yang ada diatas.
*TAMBAHAN Bagi yang berhalangan (menstruasi),  dianjurkan untuk menuliskan hafalannya dibuku tulis dan tidak dianjurkan mengulang hafalan.
jenis kesulitan yang kebiasaan dialami dalam menghafal Al-Qur’an :
*banyak ayat-ayat mutasyabihat (hampir sama). *lingkungan kuraNg mendukung.
waktu yang lebih cepat dalam menghafal:
* pagi.
* sore.
* tengah malam.
*INTINYA setelah tubuh,mata dan otak  di istirahatkan maka akan mudah menghafal.
*JIka mata,tubuh dan otak lelah,maka tidak akan memaksakan diri untuk menghafal tetapi dibawa istirahat dulu OK !! ^^
MERASA TERGANGGUKAH JIKA DISEKITAR ADA KERIBUTAN:
*karena sudah terbiasa konsentrasi dalam keadaan apapun untuk menghafal tanpa disadari keributan apapun tidak akan mengganggu untuk menghafal jika kita tetap fokus terhadap hal yang kita kerjakan tanpa memperhatikan orang lain.

*BIODATA PENULIS*
Nama: Ira septiarini.
TTL: Kotabaru,06 september 1994.
Alamat : Kotabaru, Jl.slokayang.
Hobby : Nulis, Baca, Dengerin music.
Motto:  *Time me for think about my self TO BE the best, , ,
* KEEP SMILE AND KEEp ISTIQOMAH  !!!
* IN ANYTHING CONDITION^^
E-MAIL: IRA.ALLRAKANSLADITIQYU@YAHOO.COM.

NAMA: NURIDA.
TTL: RANGGANG,23 JANUARI 1996.
ALAMAT: JL.RAYA TAKISUNG.
HOBBY: MEMBACA DAN MENGGAMBAR.
MOTTO: *MAKE YOUR DAY BETTER THEN BEFORE, , ,
                                *STAY STRONG ! ! !

NAMA: NOOR AMALINA  AUDINA.
TTL: PALANGKARAYA, 12 DESEMBER 1996.
ALAMAT: jl. Jcilik riwut km.1, palangka raya.
HOBBY: MEMBACA.
MOTTO: *MENJADIKAN ALLAH SEGALA-GALANYA, , ,
*DIATAS SEGALA-GALANYA J
NAMA: Bayah.
TTL: benua lawas, 26 juli 1995.
ALAMAT: jl. Raya takisung, pelaihari.
HOBBY: membaca.
MOTTO: akhlaqu say’yidul amal, , , J


NAMA: huriyati.
TTL: tiwingan baru, 11 juni 1995.
ALAMAT: jl. Ir.pangeran m.noor, riam kanan.
HOBBY: membaca, nulis, online.
MOTTO: * man jad’da wa jada, , , ! ! !
E’mail : huriatiarsya@rocketmail.com.

NAMA: risdayanti.
TTL: tiwingan lama, 13 maret 1996.
ALAMAT: jl.ir.pangeran m.noor, riam kanan.
HOBBY: baca novel, online.
MOTTO: *jangan katakan kepada allah kita ada masalah , , ,
*tapi katakan pada masalah kita selalu ada allah ! J
Email:gravinda_nefra@yahoo.co.id.



[1]Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi,Op.cit,h.28.
[2] M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir/A1-Qurban, cet. XV, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1994), h. 01.
[3]Departemen Agama R.I., A1-Qur’an dan Terjemahnya, h. 999.
[4] Muhammad Aly Ash Shabuny,Pengantar Study al-Qur’an (At-Tibyan),Bandung: PT.Al-Ma’arif,1984,h.18.
[5] Ibid,h.19.
[6] Departemen Agama R.I., A1-Qur’an dan Terjemahnya, h. 391
[7]Abul Rabbi Nawabuddin,Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an,Jakarta:CV Tri Daya Inti,tt,h.11.
[793] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.
[8]Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi, Himpunan Fadhilah Amal,Yogyakarta:Ash-Shaff,2006,h.29.
[9] Departemen Agama R.I., A1-Qur’an dan Terjemahnya, h. 700.
[10]Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi,Op.cit,h.28.
[11]Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Al-Itqan Fi Ulumil Qur`an, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1979) h. 101
[12]Abu Husin Muslim bin Hujjaj, Shahih muslim,cet.8,1967, Juz II h. 191.
[13]Ibid, Juz V, h. 105.
[14]Abu Hamid Muihmad Ibnu Muhammad al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), h.57
[15]H.A Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal al-Qur’an dan Petunjuk-petunjuknya, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985, hal 224
[16] Depertemen Agama R.I, op.cit, h. 329
[714] Maksudnya: apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat.
[17]Az-Zarnuji,Pedoman Belajar Pelajar dan Santri,Surabaya: Al-Hidayah,tt,h.103.
[18] Ahsin W.Al-Hafidz, Op.cit h.54
[19]A. Muhaimin Zein, Op.cit, h. 244
[20] H.A. Muhaimin Zen, Op.cit., h. 246.
[21]Ahsin W. Al-Hafiaz, Op.cit., h. 41
[22] ibid,., h. 42.
[23] Abdul Rabb Nawabuddin,Op.cit.,h.19.
[24] Ahsin W. al-Hafidz, Op.cit., h. 42.
[25] Departemen Agama R.I., Op.cit., h. 897.
[26] Ahsin W. al-Hafidz, Op.cit., h. 43 – 46.
[27]H.A muhaimin Zen, Op.cit, h.248
[28]Abdul-Rabb Nanwabuddin, Op.cit.,h. 36.
[29]H.A.Muhaimin Zen, op.cit, h. 249-250
[30] ibid,.,h. 250 – 251.
[31]ibid, h.246
[32]Abdul Rabb Nawabuddin, Op.cit,h.38
[33]ibid, h.38
[34] Abdul Rabb Nawabuddin, Op.cit.,h. 39.
[35]Ahsin W.Al-Hafidz, Op.cit,h.6
[36]ibid,., h. 64.
[37] ibid,.
[38]ibid, h. 65
[39]ibid, h.66
[40]ibid,.
[41]Ahsin W. Al-Hafidz, Op.cit, h. 58
[42]Abdul Rabb Nawabuddin, Op.cit. h. 23
[43]Ahsin W. Al-Hafidz, Op.cit, h.59
          [44]ibid, h. 247
[45] Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, Yogyakarta, Fak: Psikologi UGM, 1983, hlm.136
[46] Ibid, hlm. 192
[47] Winarno Surahmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1990, hlm. 132

Tidak ada komentar:

Posting Komentar